Kota Bekasi, MPI
Aksi demonstrasi kaum buruh semakin tak terbendung. Bahkan di beberapa daerah, aksi penolakan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja ini berujung rusuh.
Bukan hanya kaum buruh, aksi demonstrasi ini mulai melibatkan kalangan mahasiswa. Mereka mendesak pemerintah membatalkan Omnibus Law yang dianggap tidak sesuai dengan kondisi sosial masyarakat Indonesia saat ini.
Kegigihan para buruh dan mahasiswa yang sedang berjuang menyampaikan aspirasi ini mengundang rasa simpati Ketua Indonesia Fight Corruption (IF,C) Intan Sari Geny, SH. Dia menilai gelombang aksi demonstran ini merupakan hal yang wajar dalam demokrasi sebagai wujud ketidakpuasan rakyat terhadap adanya kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat.
“Demonstrasi merupakan salah satu cara dan upaya penyampaian aspirasi dari satu kebijakan pemerintah yang tidak bisa diterima oleh rakyat. Aksi demo tidak bisa disalahkan,” tegas Intan Sari Geny saat diajak berbincang, Kamis (8/10) malam.
Menurut Intan, adanya demonstrasi ini dipicu oleh kurangnya komunikasi dan sosialisasi oleh pemerintah terkait UU Cipta Kerja ini. “Jadi, pengesahan Omnibus Law ini terkesan tidak transparan dan dipaksakan,” ungkapnya.
“Rakyat ingin mendapatkan penjelasan yang terang-benderang tentang apa sih isi undang-undang ini, menguntungjan rakyat atau tidak? Nah sampai saat ini belum ada penjelasan dari pemerintah, sehingga wajar saja jika ada beragam tafsir tentang Undang-Undang Cipta Kerja di dunia maya atau sosial media. Disinilah perlunya keterbukaan dari pemerintah dan DPR RI,” papar Intan.
Terkait turut sertanya kalangan mahasiswa dalam aksi demonstrasi menuntut dibatalkannya UU Cipta Kerja, Intan menilainya sebagai sesuatu yang lumrah. “Wajar dong, kan mahasiswa merupakan generasi penerus yang suatu saat ini juga akan berkecimpung di dalam dunia ketenagakerjaan, dan aksi demo buruh ini akhirnya menumbuhkan rasa empati kawan-kawan mahasiswa yang akhirnya ikut turun ke jalan menyampaikan aspirasi mereka,” jelas Intan.
Lebih lanjut Intan menilai pengesahan Omnibus Law sarat dengan kepentingan kaum kapitalis. “Menurut saya, Omnibus Law ini adopsi dari negara federal yang identik dengan kaum kapitalis, dan undang-undang ini tidak cocok digunakan negara kita yang menjunjung tinggi Pancasila, negara yang mengedepankan azas demokrasi, musyawarah, dan mementingkan rakyat,” katanya.
Terakhir, Intan mengharapkan langkah sigap Presiden Joko Widodo untuk membekukan UU Cipta Kerja, dan lakukan kembali uji materi terhadap regulasi ini. “Karena dua opsi menyelesaikan permasalahan ini, langkah sigap Presiden untuk membekukan Omnibus Law atau judicial review,” pungkasnya. (Mul)