BANGGAI KEPULAUAN, MPI_Hampir 30 tahun lamanya, Thobias Lepong alias Obi (53), warga Desa Sambiut, Kecamatan Totikum, Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep), harus menjalani hidup dalam pasungan. Hal tersebut terpaksa dilakukan oleh orang tuanya agar Obi tidak melukai orang disekitarnya.
Kepada awak media ini, Ibu Obi, Alaysia Lucia Mbeuk alias Nenek Uli (79), menuturkan Obi mengalami gangguan kejiwaan sejak kembali dari Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara, pada tahun 1990an.
Kala itu, Obi yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Samratulangi Manado meminta izin kepada kedua orang tuanya untuk tak lagi melanjutkan perkuliahan dengan alasan ingin pulang kembali ke desa.
“Sebenarnya kami tidak mengizinkan Obi untuk berhenti kuliah. Namun, keinginan Obi untuk tak melanjutkan kuliahnya sangat besar. Obi juga tak pernah menceritakan apa alasannya berhenti kuliah. Akhirnya dengan berat hati kami mengizinkan,” ungkapnya.
Lebih lanjut Nenek Uli menceritakan sekembalinya Obi dari Kota Manado terjadi perubahan tingkah laku pada Obi. Obi sering melakukan tindakan fisik yang mengancam keselamatan jiwa terhadap orang disekitarnya, baik kepada orang tua maupun kepada saudara kandungnya.
“Pulang dari Kota Manado perilaku Obi mulai berubah. Obi sering bersikap kasar kepada orang disekitarnya, baik sama saya, bapaknya maupun sama saudaranya. Bahkan tindakan yang dilakukan Obi sampai mengancam keselamatan jiwa,” ucapnya lirih.
Menghadapi hal tersebut, lanjutnya, kami membawa Obi ke Kota Luwuk untuk diperiksa oleh tenaga medis. Dari hasil pemeriksaan Obi dinyatakan memiliki gangguan kejiwaan (Orang Dengan Gangguan Jiwa/ODGJ).
Usai diperiksa, ayah Obi pun melaporkan perihal perubahan perilaku Obi ke Dinas Sosial Kabupaten Banggai (kala itu Kabupaten Bangkep masih menjadi satu dengan Kabupaten Banggai).
“Karena sudah mengkhawatirkan, kami bawa diperiksa ke dokter, Obi pun dinyatakan sebagai pasien ODGJ. Bapaknya kemudian melaporkan hasil pemeriksaan tersebut ke Dinas Sosial Banggai. Dinas terkait pun memberikan pengobatan dengan mengisolasi Obi di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Mamboro Kota Palu,” lanjutnya.
Nenek Uli menuturkan setelah 6 bulan lamanya lamanya Obi berada di RSJ Mamboro, pihak RSJ Mamboro datang mengantar Obi pulang ke Desa Sambiut dengan alasan Obi yang meminta pulang.
“Sudah 6 bulan Obi dirawat di RSJ Mamboro, tiba-tiba pihak RSJ Mamboro datang mengantar Obi dengan alasan Obi yang meminta pulang. Sebagai orang tua kami harus menerima kepulangan anak kami tersebut meskipun kami tidak mengetahui apakah gangguan jiwa yang dialami Obi sudah sembuh sepenuhnya atau belum,” tuturnya.
Namun, berselang beberapa hari kemudian, Obi kembali melalukan tindakan kekerasan dengan melakukan tindakan fisik/mengancam jiwa orang lain terhadap keluarganya serta orang-orang yang melintas di depan rumah.
“Hanya beberapa hari dirumah, gangguan jiwa Obi kambuh lagi. Obi melakukan tindakan kekerasan fisik dan mengancam jiwa, bukan hanya kepada orang tua dan saudaranya, tapi juga kepada orang-orang yang melintas di depan rumah dengan mengejar orang lewat memakai parang/senjata tajam. Khawatir Obi bisa melukai orang lain akhirnya kami terpaksa harus memasung Obi. Sampai sekarang Obi masih dalam keadaan gangguan jiwa dan masih di pasung,” urainya.
Nenek Uli menambahkan perubahan perilaku Obi juga memberikan dampak kepada adik perempuan Obi, Nobherta Lepong alias Nobe (50).
“Akibat sering mendapat tindakan kekerasan dari Obi, Nobe pun mengalami gangguan kejiwaan. Namun, Nobe walaupun juga mengalami gangguan mental/jiwa, namun tidak melakukan tindakan yang dapat mengancam jiwa orang lain,” tambahnya.
Mengenai apa yang menjadi penyebab sehingga Obi mengalami gangguan jiwa Nenek Uli mengatakan bahwa mereka tidak mengetahuinya secara pasti.
Namun, menurut kabar yang mereka terima, semasa Obi berkuliah di Kota Manado, Obi sering dibuli/dipermainkan dengan secara fisik oleh rekan-rekan kuliahnya.
“Kami tidak mengetahui secara pasti apa yang menjadi penyebab Obi mengalami gangguan jiwa. Namun, kala itu, menurut kabar-kabar yang kami dengar, Obi sering mendapatkan pukulan dari teman-teman kuliahnya. Bahkan yangbkami dengar, Obi pernah dipukul sampai masuk ke dalam selokan, namun Obi diselamatkan oleh kepala kampung setempat. Kepala kampung tersebut memberikan teguran kepada teman-teman Obi untuk tidak memperlakukan Obi seperti itu, karena bisa membahayakan jiwanya. Teman-teman Obi pun kemudian mengangkat Obi dari selokan dan membawa Obi pergi,” urainya.
Nenek Uli menambahkan segala upaya telah dilakukan oleh keluarganya untuk bisa menyembuhkan gangguan kejiwaan Obi, namun hingga sekarang belum membuahkan hasil. Namun, ia tak pernah berputus asa atas kesembuhan Obi.
“Kami sudah berupaya semaksimal mungkin berupaya menyembuhkan Obi, meskipun sampai sekarang belum menunjukkan hasil yang maksimal. Namun, kami juga tak berputus asa atas kesembuhan Obi. Saya terus berharap suatu saat nanti Obi bisa sembuh, apalagi sejak 8 bulan lalu Ayah Obi sudah tiada. Saya sangat sedih bila membayangkan bagaimana nasib Obi bila saya sebagai ibunya juga sudah tidak ada, siapa yang nantinya akan mengurus Obi. Mau dibawa berobat lagi ke RSJ kami sudah tidak mampu. Saya berharap Obi bisa disembuhkan selama saya masih hidup,” tutupnya pelan.(dewi)