Focused Group Discussion SA Institute KRITIK KEPPRES NO. 6 TAHUN 2021 TENTANG SAT GAS PENANGANAN HAK TAGIH NEGARA ATAS DANA BANTUAN LIKUIDITAS BANK INDONESIA

MediaPATRIOT – Jakarta, 30 Desember 2021. Focused group discussion catatan akhir tahun dilaksanakan di kedai diskas Jakarta mematuhi protokol kesehatan.

Tamu undangan diantaranya Yosef B. Badoedoda, CanggoMeilala SE, Dr Firman Wijaya SH, MH, dan Margi Syarif, Dr Margareto Kamis SH, MH
Serta

Diskusi publik hari ini dilaksanakan bertemakan “Masalah dan Tantangan Satgas BLBI”, Menurut saya cukup menarik sebagai bagian dari catatan akhir tahun di bidang penegakan hukum sepanjang tahun 2021. Tidak ada yang menarik dari dunia penegakan hukum di tanah air sepaniang tahun 2021 kecuali masalah penerbitan Perppu Covid-l9 yang kemudian dinyatakan tidak mempunyai kekuatan mengikat untuk beberapa pasal, kemudian SPS oleh KPK dalam kasus BLBI, dan terakhir pembentukan Satgas BLBI ini.

Dalam diskusi publik Satu Meia The Forum, Kompas 16 April 2021 dengan judul, “Memburu Duit BLBI” sebagai bagian dari tanggapan publik terhadap pembentukan Satgas BLBI. disimpulkan hal-hal sbb:

1. Penyelesaian masalah BLBI harus dilakukan secara simultan dan bersama-sama melalui mekanisme penyelesaian perdata dan pidana beserta aspck-aspek administrasi lainnya. Patut disayangkan bila ada anggapan karena perkara pidana BLBI sudah di SP3 oleh KPK kemudian Pemerintah beralih ke perdata sebagaimama yang dijelaskan oleh Menkopolhukam Mahfud MD.

2. Penyelesaian masalah BLBI diragukan selesai dalam jangka waktu 3 tahun karena kompleksitas masalah BLBI dan adanya ketidaksepakatan soal posis: hak tagih negara menurut Pemerintah dan menurut para obligor dan debitur dana BLBI.

3. Satgas BLBI tidak memiliki pijakan hukum dan operasional di dalam menyelesaikan masalah BLBI. UU Perampasan aset diperlukan untuk mcmpennudah penyelesaian BLBI.

Dari kesimpulan debat publik di atas, kami melengkapinya dengan beberapa kritik terhadap

Keppres Satgas BLBI antara lain sebagai berikut:

1. Dalam konsiderans Keppres disebut pembentukan Satgas BLBI dalam rangka “menangani dan memulihkan hak tagih negara atas dana BLBI. Namun dalam Pasal 3 Keppres ditambah tugas dan mandatnya tidak saia menangani dan memulihkan tetapi juga menyelesaikan hak tagih negara atas dana BLBI tersebut. Denganjangka waktu keria Satgas BLBI hanya 3 tahun maka tujuan dari pembentukan Satgas BLBI ini menjadi absurd apakah sekadar menangani dan memulihkan hak tagih negara atau lebih dari itu untuk menyelesaikan tuntas kasus BLBI. Jikalau hanya menangani dan memulihkan hak tagih negara bisa saja dilakukan dalam 3 tahun namun bila mau menyelesaikan hak tagih BLBI maka pertanyaannya apakah mungkin itu dilakukan. Faktanya saat ini sebagian obligor dan debitur justru berkeberatan dengan penetapan mereka sebagai pihak yang memiliki utang bahkan ada yang sudah dan akan menggugat Pemerintah baik terkait dengan penetapan sebagai pihak yang yang punya utang maupun mengenai jumlah utang yang harus dibayar (vide kasus Texmaco dan Tommy Soeharto dan pemilik Aspac). Gugat menggugat dan lapor melapor akan terjadi bila para obligor/debitur membandel atau tidak terjadi kesepakatan dengan para obligor/debitur. Tentu semua ini memerlukan waktu yang lama. Jadi tidak cukup hanya 3 tahun.

2. Dasar hukum Keppres Satgas BLBI adalah kewenangan atribusi yang diskretif Presiden sebagai kepala pemerintahan tertinggi negara yang sangat besar dan luas serta bebas. Hal ini dipertegas dengan ketentuan Pasal 3-7 Keppres Satgas BLBI yang memberikan mandat kepada Satgas BLBI yang terdiri dari Menkopolhukam dan jajarannya temiasuk Kejagung dan Polri untuk mengambil langkah-langkah dan terobosan yang diperlukan dengan menggunakan scmuainstrumen kekuasaan negara dari pusat sampai daerah. Ini mandat atributif dan diskretif yang sangat besar, luas dan sebebas-bebasnya.

Terkesan tidak ada mekanisme kontrol terhadap pelaksanaan kewenangan besar seperti ini yang berpotensi abuse of power dan sewenang-wenang. Oleh karena itu diskusi kita bersama Satgas BLBI bagus sekali karena kita juga ingin tahu langkah terobosan seperti apa yang bisa dilakukan oleh Satgas BLBI. Misalnya terobosan hukum yang menjadi ranah pengadilan apakah bisa dilakukan oleh Satgas BLBI.

Kewenangan yang besar semestinya dibarengi dengan tanggung jawab yang besar pula.

Di Keppres Satgas BLBI menyebut tindakan Satgas BLBI merujuk atau sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pertanyaannya peraturan perundang-undangnya yang mana, jangan nanti dicari-cari tidak karena tidak jelas pedomannya. Tanpa aturan main dan mekanisme kerja, Kami kira Keppres Satgas BLBI ini tidak cukup untuk menjamin adanya kepastian hukum. Kita perlu tahu bagaimana Satgas menyikapi hal ini.

3. Sepanjang yang kita baca dan di dengar di publik, Satgas BLBI telah mengumumkan 48 obligor dan debitur dana BLBI. Kita juga dengar Satgas telah memanggil para obligor dan debitur bahkan anak-anak obligor dan debitur juga dipanggil. Kita juga mendengar Satgas BLBI telah melakukan penyitaan aset obligor dan debitur yang telah dijaminkan ke negara sebelumnya. Kitajuga sudah mendengar Satgas BLBI telah melakukan cegah dan tangkal para obligor/debimr bepergian ke keluar negeri, mencabut akses pinjaman perbankan, dll. Kita ingin tahu sejauh mana semua hal itu bisa dilakukan oleh Satgas BLBI. dasar hukumnya apa, dan apakah hal itu tidak menggangu due process of law dari para obligor dan debitur yang misalnya telah mengambil langkah hukum atas penetapan diri mereka sebagai pihak berutang dengan sejumlah besar kewajiban/utang yang harus dibayar.

Publik tentu berharap Satgas BLBI dapat bekeria sesuai dalam koridor hukum yang berlaku dengan menjunjung tinggi supremasi hukum, ketertiban, keadilan, dan kepastian hukum. Akibat tidak ada aturan mainnya, banyak yang meledek Satgas BLBI kerjanya mirip debt collector yang bermodalkan surat kuasa kreditur tahu alamat debitur datang tagih dengan segala ancaman kemudian ambil atau sita barang. Bedanya Satgas BLBI lebih hebat karena kuasanya dari Presiden sebagai kepala Pemerintahan Negara dan dapat menggtmakan segala instrumen kekuasaan negara.

Demikian penyampaian materi oleh Yosef B Badeoda, SH, MH Praktisi dan mantan Anggota DPR RI 2014-2019.

(red Irwan)



Posting Terkait

Jangan Lewatkan