-
Pemerintah terus menjalankan strategi ‘hidup berdampingan dengan virus’. Setelah mengalami penurunan, jumlah kasus infeksi harian Covid baru-baru ini meningkat tajam ke tingkat tertinggi dalam empat bulan terakhir karena varian Omicron. Puncak kasus infeksi harian Omicron diperkirakan mencapai lima kali lipat kasus Delta. Sebagai persiapan, kapasitas tempat tidur rumah sakit akan ditingkatkan sebanyak hampir dua kali lipat.
-
Vaksinasi terus ditingkatkan, dengan sekitar 65% dari penduduk yang disasar akan terinokulasi sepenuhnya pada Maret 2022. Suntikan booster untuk masyarakat telah dibagikan sejak awal Januari 2022, dengan sekitar 21 juta memenuhi syarat sejak Januari (6 bulan setelah dosis kedua).
-
Data frekuensi tinggi masih cukup baik karena pembatasan masih belum banyak berubah.
-
Momentum pertumbuhan kemungkinan akan meningkat menjelang akhir 2021 karena permintaan mulai normal serta peningkatan aktivitas di sektor jasa.
-
Inflasi 2021 berada di bawah kisaran target, tetapi diperkirakan akan terjadi peningkatan akibat tekanan sektor pangan di beberapa segmen, harga impor yang lebih tinggi, stabilisasi permintaan dan efek dasar.
-
Kami memperkirakan Bank Indonesia dan strategi fiskal akan bergerak selaras ke arah normalisasi kebijakan.
-
Neraca transaksi berjalan kemungkinan akan kembali ke defisit pada 2022 karena impor meningkat meskipun kinerja ekspor, yang didorong harga komoditas, akan lebih baik.
Menilik Situasi Covid
-
Kasus Covid meningkat tajam di kawasan. Di Indonesia, pihak berwenang memperkirakan puncak kasus Omicron lima kali lipat dibandingkan dengan kasus Delta. Sebagai persiapan, fasilitas rawat inap telah ditingkatkan.
-
Vaksinasi, terutama suntikan booster, dan protokol kesehatan kemungkinan menjadi pertahanan utama.
-
Oktober-Desember 2021 – penelitian, yang dilakukan atas pesanan pemerintah, menunjukkan tingkat antibodi tinggi di kalangan penduduk.
Frekuensi tinggi – mobilitas dan sentimen
-
Mobilitas dan sentimen mendukung, meskipun telah menurun pada saat ini karena peningkatan jumlah kasus baru-baru ini.
Inflasi melaju pada Desember
-
Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia di Desember meningkat menjadi 1,87% secara tahunan (year on year, yoy) vs 1,75% (yoy) pada bulan sebelumnya. Secara bulanan, dengan data belum disesuaikan (non-seasonally adjusted, nsa), pertumbuhan harga meningkat menjadi 0,57% dari 0,37% pada November.
-
Inflasi inti pada Desember 2021 meningkat 1,56% yoy vs 1,44% pada November.
-
Sub-komponen menunjukkan kenaikan menyeluruh, termasuk makanan, yang naik 3,1% yoy vs 2,98% pada bulan sebelumnya; transportasi naik 1,6% vs 1,4% pada November, dan utilitas naik 0,76% vs 0,69%. Kenaikan ini kemungkinan mencerminkan tekanan dari harga komoditas lebih tinggi dan peningkatan mobilitas/permintaan berkat penurunan jumlah kasus Covid-19.
-
Inflasi tahunan rata-rata sebesar 1,6% yoy pada 2021, sedikit lebih tinggi dari perkiraan kami, yang sebesar 1,5%, tetapi di bawah kisaran target BI. Ini adalah akibat dari peningkatan harga untuk mengimbangi sebagian dari dampak harga komoditas tinggi, tekanan harga makanan dan jasa yang terkendali, di samping tekanan akibat permintaan.
-
Inflasi 2022 akan ditandai oleh perubahan akibat a) reformasi subsidi (jika ada), yaitu penyesuaian tarif bahan bakar dan utilitas, b) penerapan perubahan pajak, termasuk kenaikan tarif PPN, yang kemungkinan akan memengaruhi setidaknya setengah dari inflasi dan kemungkinan menyebabkan kenaikan cukai tertentu, c) produsen akan meningkatkan harga untuk mengimbangi kenaikan biaya, sebagaimana tercermin dalam inflasi harga grosir, memperkecil selisih antara hasil produksi nyata dan hasil produksi potensial karena aktivitas mulai normal kembali, dan lain-lain. Kami memperkirakan inflasi 2022 rata-rata sebesar 3% namun masih dalam target BI, yang sebesar 2%-4%.
Neraca perdagangan 2021 mencatat surplus kuat, moderat pada 2022
-
Surplus neraca perdagangan Desember 2021 mengecil menjadi US$1,02 miliar vs US$3,5 miliar pada November karena aktivitas mulai normal, mengangkat impor bahan baku dan barang modal.
-
Ekspor naik 35% secara tahunan, tetapi impor yang meningkat lebih tinggi sebesar 48%.
-
Secara keseluruhan, neraca perdagangan nonmigas meningkat tajam, didorong oleh kenaikan harga komoditas (batubara, minyak sawit, logam dasar, karet olahan, dll) pada 2021. Tahun ini, momentum ekspor akan ditentukan oleh harga sumber daya alam, dengan pihak berwenang berhasrat untuk beralih dari ekspor hasil industri hulu ke ekspor hasil industri hilir dan didorong oleh sektor manufaktur. Pergeseran ini kemungkinan akan menghadapi tantangan, sebagaimana tercermin dalam larangan ekspor batubara yang baru saja dikeluarkan pada Januari.
Dinamika transaksi berjalan membaik
-
Meskipun surplus perdagangan Desember 2021 meleset dari perkiraan, kinerja perdagangan kuat akan menghasilkan surplus transaksi berjalan pada 2021. Kami memperkirakan surplus neraca transaksi berjalan akan berakhir di angka +0,2% dari PDB pada 2021 sebelum kembali ke defisit pada 2022.
-
Angka perdagangan kuat akan menjadi manfaat tambahan untuk pertumbuhan, memungkinkan ekonomi untuk mengakhiri tahun ini dengan hasil yang lebih baik berkat pelonggaran pembatasan mobilitas dan keuntungan yang dihasilkan dari pembukaan kembali.
Perpaduan kebijakan moneter dan fiskal
-
Dengan kemungkinan defisit 2022 mendekati angka -3,9 hingga -4,0% dari PDB vs yang dianggarkan, sebesar -4,85%, kami memperkirakan defisit akan semakin mengecil menjadi -3% dari PDB pada 2023, saat relaksasi defisit berakhir, sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang.
-
Jika konsolidasi fiskal lebih dikarenakan oleh pengeluaran yang lebih rendah ketimbang pendapatan yang lebih baik, ini akan menghasilkan dampak negatif terhadap pertumbuhan.
-
BI akan memulai normalisasi likuiditas domestik, dengan peningkatan bertahap dalam rasio cadangan wajib sebesar 6,5% pada September, secara efektif meraup 200 triliun rupiah.
-
Kami menambahkan dua kenaikan sebesar 25 basis poin ke dalam asumsi kami untuk tahun ini, di luar kenaikan sebesar 25 basis poin yang sudah kami masukkan ke dalam perkiraan kami sebelumnya. Ini berarti tingkat suku bunga kebijakan akan mencapai 4,25% pada akhir tahun.
Rangkuman perkembangan terkini lain
-
Pernyataan BI (atau BI menyatakan): Deputi Gubernur Waluyo mengatakan bahwa BI berencana untuk menerapkan bauran kebijakan moneter (antisipatif) “pencegahan, mendahului kurva”, menyiratkan bahwa ada peluang untuk menaikkan suku bunga lebih awal jika gejolak di pasar keuangan meningkat atau inflasi mendapatkan momentum.
-
Pertukaran mata uang: Indonesia dan Tiongkok memperbarui perjanjian pertukaran mata uang senilai 250 miliar yuan (550 triliun rupiah), yang ditandatangani pada 2018. Indonesia dan Jepang memperkuat kesepakatan penyelesaian transaksi dengan mata uang lokal untuk mengikutsertakan pertukaran mata uang dan transaksi derivatif berjangka (non-deliverable forward, NDF) domestik sebagai instrumen lindung nilai yang disepakati sejak 5 Agustus. BI dan BNM berencana untuk memasukkan investasi langsung, transfer pendapatan dan pengiriman uang dalam kerangka penyelesaian transaksi mata uang lokal sejak 2 Agustus untuk mendorong penggunaan mata uang lokal lebih luas untuk bisnis dan perorangan.
-
Indonesia dan Singapura menandatangani perjanjian ekstradisi baru serta nota kesepahaman (MOU) tentang wilayah informasi penerbangan.
-
Ibukota baru di Kalimantan, tepatnya di Kalimantan Timur, telah dinamai Nusantara, dibangun dengan anggaran sebesar 34 miliar dolar AS. Dana negara akan membiayai seperlima dari proyek dan sisanya dibiayai oleh sektor swasta dan pemodal.
-
Komoditas: Pemerintah mewajibkan eksportir minyak sawit untuk mengalokasikan 20% dari volume pengiriman untuk pasokan lokal. Pasokan tenaga kerja rendah (misalnya di Malaysia) dan krisis pasokan secara global telah mendorong harga naik sebesar 60% pada tahun lalu.
-
Bersamaan dengan itu, patokan harga tertinggi untuk penjualan lokal minyak goreng juga telah ditetapkan, efektif sejak 1 Februari.
Perkiraan Utama
Radhika Rao, Senior Economist
DBS Group Research
(red Irwan)