MediaPATRIOT – Jakarta, 10 Maret 2022. Parlemen MPR/DPR bersama dengan PRODEWA mengadakan simposium demokrasi dan konsolidasi nasional 2022 di Auditorium Perpustakaan Nasional RI, Jakarta pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2022.
Untuk diketahui, Prodewa merupakan perkumpulan yang berpartisipasi aktif dalam bidang demokrasi di Indonesia, seperti mewujudkan pemilu yang demokratis dan berkeadilan serta memberikan rekomendasi terkait dengan persoalan kebijakan publik.
Dalam konsolidasi nasional Prodewa se-Indonesia dilaksanakan secara hybrid, baik online maupun offline dengan menjalankan protokol kesehatan 5 M dimasa ppkm level 2. Adapun dari konsolidasi nasional Prodewa ini hadir juga para nara sumber yang ahli dibidang politik adalah sebagai berikut :
– Bambang Soesatyo (Ketua MPR RI)
– La Nyalla (Ketua DPD RI)
– Bahlil Lahadalia (Menteri Investasi RI)
– Firli Bahuri (Ketua KPK RI)
– Tito Karnavian (Menteri Dalam Negeri RI)
– Haris Pertama (Ketua Umum DPP KNPI)
– Andre Rosiade (DPR RI)
– Eka Sastra (Waketum HPMI dan Kadin)
– M. Fauzan Irvan (Direktur Eksekutif Nasional Prodewa)
– Dr. Zainal Arifin (Pakar Hukum Tata Negara)
– Muhammad Isnur (Ketua Umum YLBHI)
– M. Abdul Basith (Direktur Wilayah DKI Jakarta Prodewa)
– Rusli Abdullah (Peneliti INDEF)
– Kaharudin (Korpus BEM SI)
– Dr. Ibnu Hasan (Asisten Deputi Kemenpora RI)
– Ahmad Zidni (Direktur Kebijakan Publik Prodewa)
– Fhirman Lapi (Seniman)
– Hyang Helmi (Komika)
Dalam pembukaan acara tersebut melalui keynote spate Bambang Soesatyo (Ketua MPR RI), mendorong lembaga Progressive Democracy Watch (Prodewa) untuk mengkaji implementasi dan kualitas demokrasi langsung secara mendalam, terutama terkait dengan kontribusi sistem tersebut terhadap kemajuan bangsa Indonesia.
“Yang dapat dikaji, sejauh mana telah memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa atau jangan-jangan malah memiliki efek negatif yang lebih besar dibandingkan pemilihan melalui sistem perwakilan yang telah dilakukan jauh sebelum reformasi. Kajian bisa berpijak pada sila keempat Pancasila, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.” kata Bamsoet.
Ia menyampaikan hal tersebut saat membuka kegiatan simposium demokrasi yang diselenggarakan Prodewa, di Perpusnas Jakarta.
Lebih lanjut, Bamsoet mengatakan salah satu rujukan untuk mengukur implementasi dan menilai kualitas demokrasi di Indonesia adalah nilai indeks demokrasi, baik yang melalui penilaian nasional oleh Badan Pusat Statistik (BPS) maupun penilaian global oleh The Economist Intelligence Unit.
Ia menjelaskan penilaian indeks demokrasi oleh BPS didasarkan pada tiga aspek, yaitu kebebasan sipil, hak-hak politik, dan lembaga demokrasi.
Sementara itu, penilaian indeks demokrasi oleh The Economist Intelligence Unit didasarkan pada lima instrumen, yaitu proses pemilu dan pluralisme, fungsi pemerintah, partisipasi politik, serta budaya politik dan kebebasan sipil.
Menurut Bamsoet, implementasi nilai-nilai demokrasi di Indonesia adalah proses yang sedang berjalan dan masih dalam taraf pengembangan serta penguatan.
“Namun, kita tidak boleh berkecil hati karena berdemokrasi adalah suatu proses yang dinamis dan selalu ada ruang dan peluang untuk memperbaikinya,” ujar Bamsoet.
Muhammad Fauzan Irvan (Direktur Eksekutif Nasional Prodewa) juga menyampaikan dalam wawancara dengan Wartawan Elektronik mengatakan :
Jadi pertama kita mengetahui bahwa index demokrasi Indonesia itu sedang menurun berdasarkan result dari economist inteligence unit Indonesia ini masuk di peringkat ke 52. Itu kategori demokrasi yang cacat. Kami dari prodewa adalah perkumpulan dari para aktivis, advokat, dan akademisi yang merasakan keresahan terhadap kondisi demokrasi Indonesia yang termasuk demokrasi cacat.
Maksudnya kita buat acara ini untuk berbagai unsur bagi pejabat baik itu dari aktivis dan akademisi dan juga dari pengamat. Sehingga diskusi kita ini komprehensif dari berbagai unsur untuk merumuskan sebuah gagasan – gagasan solusi untuk perbaikan kualitas demokrasi Indonesia kedepannya seperti itu tujuannya.
Yang hadir tadi Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, Ketua DPD RI melalui virtual, Menteri Investasi Lala Bahalilia, Ketua KPK RI, dan juga ada beberapa aktivis lainnya. Target sasarannya satu pasca pertemuan ini Prodewa akan melakukan konsolidasi seluruh Indonesia dengan berbagai jejaring kita di seluruh Indonesia yang sudah ada cabangnya. Kita akan berkonsolidasi fokus untuk melakukan berbagai bentuk kegiatan untuk meningkatkan index demokrasi kita. Index demokrasi turun karena tingkat kebebasan terus dikekang seperti itu.
Kita juga mengundang ketua-ketua BEM seluruh Indonesia agar mereka menyampaikan pandangannya, bagaimana mereka selama ini berdemonstrasi itu dibatasi, direpresif, dikriminalisasi, dan seterusnya. Kemudian kita menyadari bahwa demokrasi transaksional pragmatis sehingga siapa yang banyak uang dan modal maka mereka akan menjadi pemimpin negeri ini. Kita mengatasi itu dengan cara melakukan pembudayaan ekonomi dengan pemuda mahasiswa, kita akan bekerjasama dengan semua stakeholder baik itu pemerintah, NGO, maupun masyarakat untuk menghentikan demokrasi transaksional ini.
Pemilu 2024 dilaksanakan karena itu sudah jadi kesepakatan bersama antara pemerintah, KPU, dan juga legislatif. Jadi wacana penundaan pemilu harus segera dihentikan karena itu bukan hanya mencederai reformasi, juga mengkhianati demokrasi yang sudah kita perjuangkan dengan tumpah darah reformasi itu. Harapannya 2024 ini bisa menghadirkan pemimpin baru, pemimpin yang lebih fresh, energik, yang bisa membawa Indonesia ini menjadi 5 besar dunia. Dan menghilangkan polarisasi dan disintegrasi bangsa kita kedepan.
Kalau menurut saya ini ada 3 skenario yaitu ketiga ketum parpol itu memunculkan operasi politik yang serius, karena kalau kita lihat orkestrasinya itu sangat cantik dari survei pemberitaan yang tinggi, kemudian Menteri investasi bilang ada aspirasi dari pengusaha, dilanjutkan dengan partai. Ini nampaknya ada operasi politik yang serius di hari pertama, dihari yang kedua ini hanya testing the water saja. Beberapa kali kebijakan pemerintah itu hanya testing the water itu ujicoba dulu bagaimana respon publik. Kalau respon publik positif itu lanjut, kalau menolak distop. Atau ini cuma isu skenario ketiga yaitu untuk meningkatkan elektabilitas ataupun popularitas dari ketiga ketum parpol tersebut.
Suka atau tidak suka ketika mereka berbicara seperti itu secara popularitas mereka dapet, tetapi bisa dihitung apakah berdampak positif atau berdampak negatif. Itu urusan branding politik berikutnya. Kita Prodewa dengan tegas menolak segala bentuk penundaan pemilu karena itu mengkhianati demokrasi dan nurani kita sebagai warga negara Indonesia.
Kita sebagai generasi teknologi sudah memiliki berbagai platform media sosial di Instagtam, Twitter, Youtube, TikTok, dan lain-lain melalui konten kreatif. Prodewa sudah biasa melakukan pengabdian kepada masyarakat, diskusi – diskusi ke wilayah yang paling bawah dan elit sekalipun maka sudah tepat kalau kita yang melakukan gerakan ini. Karena mahasiswa itu bisa masuk ke masyarakat dan ke elit. Buktinya hari ini kita bisa mengundang elit dan masyarakat. Saya pikir kekuatan mahasiswa perlu diorganisir secara kuat dan baik supaya bisa berjalan sesuai dengan koridornya, tutupnya”. (red Irwan)