Ketua PAC Pejuang Siliwangi Indonesia Kecamatan Medan H. Paryadi, SE Gelar Acara 40 Hari Wafatnya Orang Tua Tercinta

Bekasi, MPI
Memperingati 40 hari Almarhumah orang tua tercinta Ny. Ngadinem binti Ahmad Kusen dalam usia 99 tahun.
Bekasi, 11/08/2022

Acara tawasul, tahlil, Yasin dan Do’a yang dihadiri Sekum DPC Pejuang Siliwangi Indonesia Kota Bekasi, Dr. H.Moch. Ridwan, MM., Ketua DPC Nasdem Medan Satria, Asep Hidayat, SE., M.M.Pd, pembawa acara Ustad Nanang, Pembacaan Yasin Ustad Erwin Susanto, Tahlil Ustad Ade Sutisna, Do’a Ustad Nurdin dan Do’a penutup H. Abdul Rozak.

Dihadiri Tamu undangan dari Pengurus dan Anggota Wibbera Pejuang Siliwangi Indonesia Kota Bekasi, Media Buser86, Darmawan Alamsyah, Media Patriot Indonesia dan Pengurus dan jama’ah DKM Masjid Jami Darul Muhsinin, Musholla Ar Rahmah, Musholla Darul Muslihin, Musholla Al Bahar dan warga Masyarakat setempat.

Ketua PAC Pejuang Siliwangi Indonesia Kecamatan Medan Satria H. Paryadi, SE menyampaikan ucapan terimakasih kepada seluruh Tamu undangan yang hadir dalam acara tersebut, semoga langkah kaki nya diberikan pahala berlipat ganda oleh Allah SWT Aamiin dan semoga Almhumah di ampuni segala dosanya diterima amal ibadahnya dilapangkan kuburnya menjadi Roudhoh min riyadhil janah Aamiin.ucap H.Paryadi.

Doa pada 7 atau 40 Hari Setelah Kematian Sudah menjadi tradisi keluarga Almarhumah, kalau ada keluarga yang meninggal, malam harinya ada tamu-tamu yang bersilaturrahim, baik tetangga dekat maupun jauh. Mereka ikut belasungkawa atas segala yang menimpa, sambil mendoakan untuk yang meninggal maupun yang ditinggalkan. Selain bersiap menerima tamu, sanak keluarga, handai tolan, dan keluarga dekat, pada hari kedua sampai ketujuh, mereka akan mengadakan bacaan tahlil dan do’a yang dikirimkan kepada yang sudah meninggal dunia. Soal ada makanan atau tidak, bukan hal penting, tapi pemanfaatan pertemuan majelis silaturrahim itu akan terasa lebih berguna jika diisi dengan dzikir.

Sayang, bagi orang-orang awam yang kebetulan dari keluarga miskin, mereka memandang sajian makanan sebagai keharusan untuk disajikan kepada para tamu, padahal substansinya sebenarnya adalah bacaan tahlil dan do’a adalah untuk menambah bekal bagi si mayit. Kemudian, peringatan demi peringatan itu menjadi tradisi yang seakan diharuskan, terutama setelah mencapai 40 hari, 100 hari, setahun (haul), dan 1000 hari. Semua itu berangkat dari keinginan untuk menghibur pada keluarga yang di tinggalkan sekaligus ingin mengambil iktibar bahwa kita juga akan menyusul (mati) di kemudian hari.

Dalil yang dapat dibuat pegangan dalam masalah ini adalah: Imam Thawus berkata: Seorang yang mati akan beroleh ujian dari Allah dalam kuburnya selama 7 hari. Untuk itu, sebaiknya mereka (yang masih hidup) mengadakan jamuan makan (sedekah) untuknya selama hari-hari tersebut. Sahabat Ubaid ibn Umair berkata: “Seorang mukmin dan seorang munafiq sama-sama akan mengalami ujian dalam kubur.

Bagi seorang mukmin akan beroleh ujian selam 7 hari, sedang seorang munafiq selama 40 hari di waktu pagi.” (Al Hawi lil Fatawa as Suyuti, Juz II hal 178) Jika suatu amaliyah atau ibadah sudah menjadi keputusan atau atsar atau amal sahabat (dalam hal ini Tاawus) maka hukumnya sama dengan hadits mursal yang sanadnya sampai kepada Tabi’in, dan dikatagorikan shahih dan telah dijadikan hujjah mutlak (tanpa syarat).

Ini menurut tiga imam (Maliki, Hanafi, Hambali). Sementara Imam Syafi’i hanya mau berhujjah dengan hadits mursal jika dibantu atau dilengkapi dengan salah satu ketetapan yang terkait dengannya, seperti adanya hadits yang lain atau kesepakatan sahabat. Dalam hal ini, seperti disebut di atas, ada riwayat dari Mujahid dan dari Ubaid bin Umair yang keduanya dari golongan Tabi’in, meski mereka berdua bukan sahabat.

Reporter MPI, Yadi



Posting Terkait

Jangan Lewatkan