MEDIAPATRIOT.CO.ID – Masa depan UUS BTN (BTN Syariah) masih menjadi tanda tanya besar, publik masih bertanya apakah UUS BTN akan bergabung dengan Bank Syariah Indonesia (BSI) atau berdiri sendiri menjadi Bank Umum Syariah (BTN Syariah). Sesuai ketentuan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disampaikan bahwa UUS pada Bank Konvensional harus memisahkan diri setelah 15 tahun sejak berlakunya undang-undang ini atau nilai asetnya telah mencapai minimal 50% dari total nilai asset Bank induknya. UUS Bank BTN termasuk salah satu UUS yang diwajibkan untuk memisahkan diri dari Bank induknya maksimal sampai dengan Juni 2023. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah dalam hal ini kementerian BUMN berencana untuk melepas asset UUS Bank BTN kepada BSI dalam waktu dekat.
Banyak pengamat dan asosiasi pengembang yang menentang rencana penggabungan BSI dan UUS Bank BTN, namun rencana tersebut sepertinya akan terus dijalankan. Ketua Himpunan Pengusaha Muda Syariah (Ibnu Riyanto) secara gamblang menentang rencana merger BSI dan UUS Bank BTN. Penolakan tersebut bukan tanpa sebab, mengingat rencana tersebut dapat berpotensi untuk melemahkan sektor pembiayaan perumahan yang selama ini menjadi fokus bisnis UUS Bank BTN. Sedangkan Ketua PP Muhammadiyah (Buya Anwar Abbas), menilai proses merger tersebut akan mengancam program BTN Syariah dalam pemberdayaan UMKM. Beliau menambahkan, BSI sebagai Bank terbesar ke-7 di Indonesia dari sisi asset hanya fokus melayani koorporasi dan pengusaha level menengah dan tidak mampu menjangkau pelaku usaha kecil, mikro dan ultra mikro.
Melihat dari hasil bisnis perumahan yang menjadi fokus UUS Bank BTN selama ini, tentu yang menjadi kekhawatiran jika UUS Bank BTN di merger dengan BSI adalah terjadinya penurunan dalam hal realisasi pembiayaan perumahan khususnya KPR Subsidi. Hal ini dipertegas berdasarkan data yang dihimpun dari BP Tapera, dimana BSI berada pada urutan ke 6 terbanyak dalam hal penyaluran KPR Subsidi FLPP dengan prosentase 3,13%. Sedangkan UUS Bank BTN berada di peringkat kedua dalam hal penyaluran KPR FLPP dengan prosentase 11,30% unit sampai dengan tanggal 15 Juli 2022. UUS Bank BTN berada diatas BNI dengan 9,66%, BRI dengan 8,99%, BJB dengan 4,04%.
PB HMI menilai jangan hanya karena mengedepankan ambisi, pemerintah dalam hal ini Kementrian BUMN tidak cermat dalam mengambil keputusan. Pelepasan asset UUS BTN (BTN Syariah) ke BSI dapat berpotensi pada berpindahnya fokus bisnis BTN Syariah di kemudian hari. “Kita sama-sama ketahui core bisnis dari BTN Syariah dan BSI sudah berbeda. Selain itu, jika hal tersebut tetap dipaksakan maka salah satu dampak dikemudian hari yang akan timbul adalah hilangnya kesempatan bagi masyarakat berpenghasilan rendah di Indonesia untuk mendapatkan hunian yang layak bagi mereka. Dan ini jelas-jelas bertentangan dengan salah satu nawa cita Presiden Jokowi” ungkap Wahyu (Anggota Komisi Pembangunan Ekonomi PB HMI) .
Saat ini tercatat angka backlog perumahan mencapai 12,75 juta berdasarkan informasi dari Badan Pusat Statistik melalui data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2020. “Tentu hal tersebut menjadi PR besar yang harus di kerjakan dan dituntaskan salah satunya oleh BTN Syariah sebagai Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah sebagai Bank penyalur pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Jangan sampai karena kepentingan yang hanya menguntungkan satu koorporasi saja lantas merugikan banyak pihak termasuk Pemerintah dan Bangsa Indonesia kedepannya” tambahnya.
UUS Bank BTN sendiri terus berkomitmen untuk mendukung program pemerintah yaitu program sejuta rumah yang merupakan bagian dari penjabaran salah satu nawa cita Presiden Joko Widodo dalam hal pembangunan nasional. Hal tersebut dapat dilihat dari pencapaian gemilang UUS BTN selama Kuartal I Tahun 2022, dimana laba bersih UUS BTN melonjak 25,39 persen (yoy) atau naik dari Rp. 60,14 miliar pada kuartal I-2021 menjadi Rp. 75,41 miliar pada kuartal I-2022. Capaian yang positif ini didukung oleh pertumbuhan bisnis yang stabil. UUS BTN mencatatkan pertumbuhan pembiayaan Syariah sebesar 10,87 persen menjadi Rp. 28,24 triliun (kuartal I-2022) dibandingkan pencapaian pada kuartal I-2021 sebesar Rp. 25,47 triliun. Untuk Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun UUS BTN mencapai Rp. 27,99 triliun atau tumbuh 8,70 persen pada kuartal I-2022 dibandingkan dengan pencapaian pada kuartal I-2021 sebesar Rp. 25,75 triliun.
PB HMI melalui Komisi Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat berpandangan bahwa kehadiran UUS Bank BTN masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia dalam hal mensukseskan program 1 juta rumah dari Pemerintah. Dengan begitu peran UUS Bank BTN terhadap program penyaluran hunian yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah di Indonesia harus terus berjalan. Selain itu, demi mewujudkan iklim persaingan usaha yang kompetitif, maka peran UUS Bank BTN akan lebih maksimal jika dapat berdiri sendiri sebagai Bank Umum Syariah.
“Salah satu peluang dan tantangan bangsa Indonesia kedepan adalah dengan hadirnya bonus demografi dan kemajuan teknologi, dimana hal tersebut tentunya akan menuntut kita untuk dapat menyediakan sebanyak-banyaknya wadah alternative terhadap pengembangan dan peningkatan Industri Keuangan Syariah di Indonesia. Jika Indonesia memiliki lebih dari satu Bank Syariah yang besar, maka hal tersebut dapat di jadikan peluang untuk pengembangan sumber daya insani dan ekosistem ekonomi syariah di Indonesia yang lebih baik kedepannya demi menyongsong Indonesia Emas 2045” ungkap Wahyu.
(red Irwan)