Peran APNI dalam Indonesia ASEAN Chairmanship 2023 & Indonesia Gold 2045

MEDIAPATRIOT.CO.ID – Jakarta, 6 Maret 2023. Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) genap berusia 6 tahun pada 6 Maret 2023. Sebagai pernyataan eksistensi dan simbol organisasi, pada Senin (6/3/2023), diselenggarakan acara “APNI Friendly Gathering-Improving Nickel Upstream to Downstream Industry To Support Indonesia ASEAN Chairmanship 2023 & Indonesia Gold 2045” dengan rangkaian even The APNI 6th Birthday Ceremony, sebagai perayaan berdirinya APNI yang diresmikan oleh Direktorat Jenderal Mineral Dan Batu Bara, Kementerian ESDM, pada 6 Maret 2017.

Ketua Umum APNI, Komjen Pol. (Purn) Drs. Nanan Soekarna mengatakan, momen “APNI Friendly Gathering-Improving Nickel Upstream to Downstream Industry To Support Indonesia ASEAN Chairmanship 2023 & Indonesia Gold 2045” sekaligus bentuk dukungan APNI terhadap Indonesia yang didaulatn sebagai Chairmanship ASEAN 2023 yang dimulai 1 Januari hingga 31 Desember 2023 dengan tema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth” yang bertujuan menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai pusat pertumbuhan.

Berkaitan didaulatnya Indonesia sebagai Chairmanship ASEAN 2023, APNI bekerja sama dengan Jakarta CMO Club (Mark Plus) menggelar Gathering C Level bertajuk “Nickel Gathering Jakarta CMO Club/Markplus-Nationalism, Spiritualism & Mining Entrepreneurship”.

Nanan Soekarna menyebutkan, tujuan dihelatnya acara ini, pertama, untuk mendukung percepatan integrasi ekonomi Indonesia pada kawasan ASEAN melalui penyesuaian diri dengan liberalisasi perdagangan progresif dan pembukaan pasar, baik di dalam kawasan maupun di dunia pada umumnya.

Kedua, melalui perayaan HUT ke-6 APNI dan Gathering APNI-Jakarta CMO Club (Mark Plus) akan mampu membuka friendly networking, edukasi, spiritualisme, dan idealisme untuk negara tercinta Indonesia serta peluang bisnis secara odvance dan berkelanjutan dalam usaha hilirisasi produk mineral nikel, mendukung Indonesia ASEAN Chairmanship 2023 dan Indonesia Emas 2045, sesuai dengan tagline dan semboyan APNI, yaitu: “Negara Adidaya, Masyarakat Sejahtera, Pengusaha Bahagia”.

Peran dan Sumbangsih APNI untuk Negara

Sebagai mitra pemerintah, APNI tidak hanya memperjuangkan aspirasi para penambang nikel di sektor hulu, namun mendukung program pembangunan sektor pertambangan, khususnya komoditas nikel di Indonesia.

Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey mengutarakan, Indonesia saat ini sedang dilirik dunia seiring gencarnya program dan gerakan renewable energy. Di sektor transportasi, pengembangan industri kendaraan listrik (electric vehicle/EV) menjadi program unggulan untuk menekan polusi udara yang ditimbulkan dari asap kendaraan konvensional. Untuk menekan penggunaan BBM dari fosil, telah dikembangkan baterai untukbmenggerakkan mesin EV.

“Nikel merupakan komoditas yang dibutuhkan bahan baku EV battery. Dan Indonesia merupakan negara pemilik sumberdaya, cadangan, bahkan produsen nikel terbesar dunia. Maka, nikel Indonesia menjadi incaran dunia internasional,” kata Meidy Katrin Lengkey.

Pemerintah Indonesia tidak hanya sudah menyiapkan road map sebagai supply chain EV battery dunia, namun menargetkan sudah bisa membuat baterai produk dalam negeri seri NMC (Nikel, Mangan, Cobalt) di antara tahun 2024.

Semangat Indonesia mewujudkan Indonesia sebagai produsen EV battery nomor satu dunia diiringi dengan mengundang investasi asing (PMA) membangun industri pemurnian dan pengolahan bijih nikel (smelter) di Indonesia. Belakangan, PMA tidak hanya menguasai sektor hilirisasi, namun juga sektor hulunisasi.

Meidy Katrin Lengkey menyampaikan, APNI sejak dibentuk Ditjen Minerba, Kementerian ESDM pada 6 Maret 2017 hingga saat ini telah banyak memperjuangkan aspirasi penambang nikel di sektor hulu. Pada prinsipnya APNI mendukung pembangunan hilirisasi, namun harus seiring sejalan dengan pembangunan hulunisasi. Karena, aktivitas produksi smelter membutuhkan supply bijih nikel dari para penambang nikel.

“Namun, para penambang nikel masih menghadapi banyak kendala di saat berjuang mengelola sumber daya alam di sektor pertambangan nikel yang notabene pengusaha nasional. Persoalan yang dihadapi misalnya dalam hal pengelolaan Tata Kelola & Tata Niaga pertambangan nikel,” ungkapnya.

Untuk menciptakan pemerataan pengelolaan dan bisnis di industri pertambangan dan pengolahan nikel, APNI berpandangan sebagai berikut:

1. Di Indonesia dominan berdiri smelter pirometalurgi yang mengolah bijih nikel kadar tinggi (saprolit) kadar 1,8% untuk bahan baku stainless steel, sementara cadangan bijih nikel di Indonesia lebih banyak kadar rendah (limonit) untuk bahan baku EV battery. Untuk menjaga ketersediaan cadangan dan optimalisasi limonit, diperlukan pembatasan kadar bijih nikel yang diizinkan untuk diperjualbelikan maksimal 1,6%, dan harus ada sanksi bagi pemasok dan juga penerima apabila kadar yang di kirim lebih dari 1.8 %.

2. Pemerintah harus mewajibkan kepada smelter untuk memberikan neraca kebutuhan akan bahan baku/nickel ore kepada Kementerian ESDM dan membahasnya dengan para penambang, terutama dengan APNI untuk memperhitungkan kemampuan supply dari para penambang.

3. Pemerintah menjadi pihak yang mengontrol terhadap kesesuaian penerbitan RKAB dengan kebutuhan ore dari smelter.

4. Pemerintah mewajibkan kepada para pemilik IUP untuk melakukan Good Mining Practice dan juga melakukan eksplorasi detail terhadap IUP tersebut, sehingga kepastian akan cadangan nikel dapat dipertanggung jawabkan, dan keberlangsungan supply kepada smelter dapat terjaga.

5. Memohon kepada Menteri ESDM mengembalikan Peraturan Pengesahan untuk IUP dikembalikan kepada Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2012, dan diharapkan Pemegang IUP akan memegang dokument PETA dan CNC.

6. Perlu ada perbaikan yang menyeluruh untuk sistem Online Minerba, baik MODI dan MOMI dalam pengaksesan permohonan perizinan, baik RAKB/IUP.

7. Perlu adanya Validasi Manual sebelum pengesahan untuk mengeluarkan LHV, untuk mengantisipasi perbedaan data antara manual dan online.

8. Dlindikasikan adanya kerugian negara terhadap supply nickel ore yang melalui jalur darat/pengangkutan dengan mempergunakan truck, sehingga nickel ore tersebut langsung masuk ke Smelter tanda adaanya pembayaran atas e-PNBP dan juga tidak menyertakan dokumen asal barang.

9. Terkait dengan maraknya perggunaan “Dokter” (DOKumen TERbang) yang hampir
seluruhnya berasal dari tambang koridor, perlu adanya peran Dinas ESDM Provinsi dan juga APNI untuk mengatasi terjadinya ilegal mining.

10. Kementerian ESDM dan Satgas HPM untuk segera menyusun Harga Patokan Mineral (HPM) Limonit (low grade).

11. Memperhitungkan mineral lainnya yang terkandung dalam bijih nikel, yaitu kobalt, karena menjadi komponen penting dalam industri baterai kendaraan listrik.

12. Harga yang diterapkan sesuai dengan HPM yang tertuang dalam Permen ESDM No. 11 Tahun 2020 dan Surat Pemberitahuan Dirjen Minerba Nomor: T-1780/MB.04/DJB.M/2022 Tanggal 26 April 2022 kepada Badan Usaha/Direksi agar mematuhi HPM, serta memberlakukan harga HPM jika terjadi finalty penurunan kadar.

13. Diberlakukan penjualan transaksi bijih nikel yang sesuai dengan Permen ESDM No. 11 Tahun 2020 dan Surat Edaran Nomor: 3.E/MB.01/DJB/2022 tentang Kewajiban Pelaksanaan Transaksi Penjualan dan Pembelian Bijih Nikel dalam Basis Free On Board (FOB).

14. Dioptimalkan kerja-kerja Satgas HPM dalam pengawasan di lapangan dengan
mengikutsertakan APNI sebagai laporan langsung di lapangan.

15. Kebutuhan akan bijih nikel untuk HPAL dengan syarat spesifikasi yang ditentukan oleh pabrik, dikhawatirkan tidak akan terakomodir maksimal oleh penambang, dikarenakan syarat MGO. Kondisi yang sama saat ini untuk kebutuhan Pirometalurgi kebutuhan akan saprolite bijih nikel kadar yang tinggi, yaitu di atas 1,8% dengan syarat SiO/MgO 2,5.

16. Dilakukan eksplorasi detail untuk seluruh wilayah pertambangan, sehingga didapatkan data sumber daya dan cadangan nikel yang akurat untuk menunjang kebutuhan bahan baku smelter yang semakin banyak berdiri di Indonesia.

17. Dukungan perbankan lokal (BUMN dan Swasta) di sektor pertambangan yang masih didominasi oleh sektor hulu. Perbankan belum banyak masuk ke sektor hilirisasi. Kendati demikian, BI melihat ada peluang bagi perbankan menyalurkan kredit untuk industri hilir. Meskipun tidak langsung membiayai proyek hilirisasi secara utuh, namun bisa mengambil dari sisi upstream atau mindstream.

Berkaitan untuk menekan terjadinya transaksi di luar ketentuan perundang-undangan yang bisa merugikan negara, APNI mengusulkan sebagai berikut:
1. Mendukung pembentukan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakurn) dilingkup Kementerian ESDM.
2. Petugas Gakum harus memperketat pengawasan di wilayah atau koridor yang rentan dimanfaatkan para penambang tanpa izin.
3. Untuk mencegah terjadinya penjualan mineral hasil Peti, maka perlu dievaluasi kinerja KSOP, karena ada indikasi ada Surat Perintah Berlayar (SPB) banyak meloloskan tongkang yang tidak sesuai SOP berlayar untuk mengangkut hasil pertambangan.
4. Ditjen Hubla diharapkan menertibkan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM), karena ada indikasi Syahbandar mencoba membuat road map sendiri, seolah-olah lepas dari Pusat.
5. Perlu dibuat road map yang diseragamkan antara dari pusat sampai ke syahbandar.
6. Dilakukan pemantauan data cargo komoditas mineral.
7. Eksploitasi sumber daya alam secara ilegal kini mendapat perlindungan hukum lewat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja (Perpu Cipta Kerja). Omnibus law menyediakan Pasal 110A dan 110B yang mengutamakan prinsip Ultimum Remedium, yang mengedepankan sanksi administratif ketimbang pidana.
8. PNBP sebagai charge dari layanan publik pemerintah dalam hal ini Kementerian dan
lembaga terkait pelayanan transaksi jual-beli ore nikel. Sering bocornya PNBP, diduga disebabkan: Belum optimalnya integrasi unit yang berwenang, integrasi administrasi, simplifikasi dan tertib jenis pungutan, serta monev yang lemah.
9. Karena sebagian PNBP nature-nya tax, semisal royalti minerba, selama ini problemnya tidak tertib administrasi dan minim pengawasan.
10. Untuk Dukungan Perbankan perlu expert sebagai konsultan perbankan pada industri hilir yang Full Teknologi sehigga Skema Pembiayaan Bank Lokal (BUMN & Swasta) untuk industri Hulu dan Hilir perlu dibedakan agar bersifat adil dan tepat sasaran.

Red Irwan



Posting Terkait

Jangan Lewatkan