Awas, Jangan Salah Tafsir Soal Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 !


Media Patriot com – Permendikbud 75 Tahun 2016 adalah regulasi yang mengatur tentang Komite Sekolah. Regulasi ini mencabut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Dalam proses perjalanannya, keberadaan komite sekolah sebagaimana diatur dalam Permendikbud Nomor 76 Tahun 2016 kerap diwarnai beragam persoalan. Utamanya, soal kisruh keuangan yang melibatkan orang tua murid.

Namun, dalam tulisan kali ini penulis tidak akan membahas soal kisruh di atas. Tapi, akan coba sedikit membedah soal adanya larangan eksitensi anggota komite sekolah dari kalangan pendidik dan tenaga kependidikan dari Sekolah yang bersangkutan; penyelenggara Sekolah yang bersangkutan; Pemerintah Desa; forum koordinasi pimpinan kecamatan; forum koordinasi pimpinan daerah; anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan/atau pejabat Pemerintah/Pemerintah Daerah yang membidangi pendidikan, sebagaimana diatur dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 Pasal 4 ayat 3.

Dengan adanya regulasi sebagaimana termaktub pada pasal 4 ayat 3 ini, tak sedikit pihak yang menyoroti bahkan kerap menyalahkan bila ada komite sekolah yang bersinggungan dengan item-item larangan di atas. Utamanya tentang masalah yang akhir-akhir ini cukup ramai dibahas oleh salah satu media online.

Dalam wartanya, media tersebut menduga bahwa ada salah seorang komite sekolah yang dianggap telah melabrak Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016. Pasalnya, selain menjadi komite sekolah, pihak tertuduh ini juga berprofesi sebagai Ketua Kelompok Kerja Sekolah (K3S), dan Kepala Sekolah.

Bila dicermati, apa yang berlaku pada pihak tertuduh boleh jadi anggapan atau dugaan miring media tadi cukup beralasan, apabila si tertuduh merupakan tenaga pendidik di sekolah bersangkutan atau pejabat pemerintah daerah yang membidangi pendidikan (Setingkat eselon IV ke atas) sebagaimana diatur dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 Pasal 4 ayat 3.

Tapi, pada kenyataannya pihak tertuduh yang menjadi komite sekolah di salah satu SMP Negeri Sumedang ini tidak bekerja di sekolah bersangkutan. Melainkan menjadi Kepala di Sekolah Dasar. Artinya, dengan poin ini pun tuduhan tadi sudah terbantahkan.

Terus, harap diketahui bahwa kepala sekolah atau K3S bukan termasuk pejabat pemerintah. Karena, yang disebut pejabat pemerintah itu adalah pejabat yang menduduki jabatan tertentu baik di tingkat pusat maupun daerah.

Bahkan, dalam Undang-Undang Nomor 5 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) lebih ditegaskan lagi bahwa yang dikatakan pejabat negara itu adalah : Presiden dan Wakil Presiden, Ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPRD).

Maaf, sedikit konyol. Dalam Undang-Undang tersebut di atas sama sekali tidak disebutkan jabatan kepala sekolah atau K3S. Karena memang seperti telah disinggung, Kepala Sekolah itu bukan jabatan pemerintah atau negara, melainkan hanya seorang guru yang dipercaya atau diangkat sebagai pimpinan sekolah. Pun dengan K3S, hanya jabatan sebuah organisasi profesi kepala sekolah.

Dengan demikian, menurut pandangan penulis, sah-sah saja bila pihak tertuduh tadi menjadi komite sekolah di tempat lain. Apalagi yang bersangkutan menjadi komite sekolah tersebut atas dasar usulan masyarakat. Dalam hal ini orang tua murid.
. Dengan kata laim, tidak ada sanksi hukum apapun yang bisa menjerat pihak tertuduh soal polemik yang menimpanya.

Dan, untuk menguatkan pandangan penulis ini, pada Pasal 5 Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 juga telah diatur, Bupati/Walikota, Camat, lurah/Kepala Desa merupakan pembina seluruh Komite Sekolah sesuai dengan wilayah kerjanya.
So, tanpa bermaksud untuk menggurui atau apapun namanya. Yuk, kita sama-sama jernih berpikir sebelum memutuskan sesuatu itu benar atau salah. Pahami dan cermati dulu dengan baik dan benar, baru bersikap!.
Ingat. Berpikir jernih itu menyehatkan loh!!!



Posting Terkait

Jangan Lewatkan