Jakarta, 27 Februari 2024 – Yori Anta dari Han Awal & Partners Architects menghadiri acara Suvarna Sutera “Grand Product Knowlege AGRA” dalam peluncurkan Cluster AGRA untuk Milenials di Mall Alam Sutera Tangerang pada hari Selasa, 27 Februari 2024.
Yori Anta (Han Awal & Partners Architects) adalah arsitek terkemuka dengan pengalaman lebih dari 30 tahun yang kental dengan nilai-nilai arsitektur tropis Indonesia dan berhasil menuangkan karyanya dalam hunian 2 lantai Cluster AGRA untuk milenial.
Yoris Anta yang berprofesi sebagai arsitek saat ditemui awak media online mengatakan ; ” Berawal dari perusahaan PT. Han Awal & Partners yang kebetulan kami juga punya aktivis untuk melestarikan rumah-rumah adat yang namanya Rumah Nusantara. Jadi kita sudah dari 2008 melestarikan rumah-rumah adat diawali dengan pembangunan adat di Wairabo hingga sampai sekarang sudah lebih 60 titik diseluruh pelosok tanah air. Kita membangun rumah adat bersama masyarakat dan kita tidak intervensi sedikitpun. Kitapun juga mengirim mahasiswa ke pedalaman untuk merubah mindset pendidikan kita yang tidak hanya berbasis budaya tulisan tapi juga berbudaya lisan karena Kita harus mempelajari kekuatan tradisi dan budaya Indonesia kita sendiri yang selama ini justru kita lupakan dan itu luar biasa kuat impactnya.
Saya sebagai Arsitek, saya mengerjakan proyek swasta sudah pasti juga mengerjakan proyek masyarakat adat dimana dari masyarakat adat saya bisa menjalankan proyek Pemerintah yaitu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Saya selalu menekankan kepada para arsitek muda-muda, kita sebagai arsitektur lupa mendidik entrepreneur, tapi kalau kita lulus kita harus berpikir secara entrepreneur karena Entrepreneur itu adalah cara berpikir untuk menciptakan lapangan kerjaan bukan menunggu pekerjaan baik dalam mendampingi pemerintah-pemerintah daerah dan mereka punya anggarannya, punya birokrasinya, tapi mereka kesulitan menerjemahkan visinya maka dari itu kita tetap mendampinginya.
Adapun pembangunan yang kami lakukan biasanya terkait dengan proyek-proyek masyarakat yaitu pembangunan berbasis bottom up, bukan top down karena kekuatan masyarakat kita dari budaya lisan, jadi kita harus mendengarkan apa yang mereka inginkan. Dan pengalaman kami pada saat membangun banyak ruang terbuka hijau maupun ruang publik yang ternyata kita memang sangat membutuhkan ruang itu dan terbukti bahwa masyarakat butuh ruang-ruang terbuka maupun rumah sosial. Seperti adanya Kalijodo, Lapangan Banteng yang pernah kami buat dan akhirnya itu membuat semua sadar bahwa kita butuh banyak open space.
Jadi pada saat kami ditunjuk untuk menjadi arsitek perancang kawasan strategis pariwisata nasional itu adalah proyek-proyek berbasis infrastruktur dimana infrastrukturnya harus ada narasi sosial dan narasi budaya yang dengan demikian pembangunan bisa lebih banyak digerakkan dan lebih banyak manfaatnya karena masyarakat membutuhkan. Kita tanya masyarakat kebutuhannya, jika sudah ada maka kita terjemahkan bukan kita yang mendesain terus jadi proyek top down dan akhirnya begitu jadi mangkrak karena lupa bicara dengan masyarakat sekitar dulu. Kalo untuk kendalanya banyak tapi salah satu pemecahannya adalah bagaimana kita berkomunikasi, jadi didalam Indonesia ini nomor 1 komunikasi. Nomor 2 komunikasi, nomor 3 komunikasi lagi dan semua harus kita ajak bicara, begitu diajak bicara kita ajak dia terlibat juga kasih masukkan.Terlibat kasih masukkan maunya apa dan budayanya apa. Begitu kita bisa terjemahkan semua satu suara mendukung hingga kita bisa menyelesaikan pekerjaan yang sulit termasuk kita menemukan formula bagaimana formula membangun bersama masyarakat.
Paling tidak ya minimal didengerin dulu apa yang mereka mau dan sudah terbukti yaitu saya sudah membangun di Wakatobi, membangun di Labuhan Bajo, membangun di Danau Toba maupun Di Labuhan Bajo, Wakatobi dan Danau Toba kita juga membangun rumah-rumah tinggal masyarakatnya supaya mereka ikut menikmati pembangunan pariwisata dusekitarnya, jadi jangan jadi penonton. Awalnya sulit banget bicara kepada mereka karena mindset begini sepertì kadang-kadang kita sama-sama pakai bahasa Indonesia belum tentu mengerti di lapangan dan kita harus menguasai ruang-ruang komunal untuk berkomunikasi bersama mereka.
Harapannya kedepan Arsitektur Indonesia bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri karena Indonesia itu adalah negara yang kalau boleh saya bilang paling bangga dan kita negara yang paling banyak budayanya, banyak pulaunya, satu pulau kecil saja berapa puluh jenis arsitektur. Contoh kalau lihat di Pulau Flores itu dari ujung ke ujung tidak ada yang sama termasuk kainnya juga beda dan saya juga pernah bangun 15 rumah tenun di Sumba. Kita perlu membangun daerah-daerah supaya membawa tradisi dan budaya kita ke masa kini maupun masa depan bangsa Indonesia dan cita-cita saya juga supaya Indonesia bisa berkontribusi pada dunia Inyernasional melalui jalur budaya Bangsa Indonesia, ” tutupnya.
Red Irwan