Adanya Tekanan Aksi dan Orasi ALWANMI di PN Bekasi, Gunata Prajaya Halim Dikeluarkan Dari Lapas Kelas II A Bekasi Demi Hukum

Gunata prajaya Halim dikeluarkan demi hukum seorang tahanan di Bekasi

Bekasi Gaya Bekasi.id

Aliansi wartawan non mainstrem Indonesia (Alwanmi) berorasi dan tekanan aksi menyuarakan agar kasus Buku Putih Gunata Prajaya Halim & Wahab Halim “JIKA PENEGAKAN HUKUM NASIONAL INGIN DIBUKTIKAN MAKA BEBASKAN GUNATA PRAJAYA HALIM & WAHAB HALIM !” dihalaman kantor pengadilan negeri Bekasi (17/4)dan dengan penahanan phisik terhadap Gunata Prajaya Halim (52 thn) dan Penetapan Penahanan Kota terhadap ayahnya Wahab Halim (85 thn) oleh Kejaksaan Negeri Kota Bekasi terkesan tindakan yang tidak berdasar dan tidak beralasan dan dinilai sebagai tindakan pengangkangan terhadap Pancasila pada butir kedua yang berbunyi Kemanusiaan Yang adil dan beradab,karena phisik tanah yang dituduhkan oleh terlapor (berinitial KP) sebagai ‘Tumpang-Tindih (Overlapping) itu adalah Surat Otentik atau Sertifikat masing – masing pemilik dan hingga berita ini diturunkan Gunata prajaya halim

Dan pembeli selaku pemilik yang telah memiliki surat sah (SHM), baik Gunata Prajaya Halim maupun Wahab Halim, tidak membangun Batas-batas permanen atas tanah milik mereka. Tidak mendirikan bangunan permanen untuk dimanfaatkan sebagai tempat Usaha permanen, dan tidak menggali tanah itu untuk digunakan sebagai urugan atau dijual.
Dengan demikian, phisik atas tanah bersebelahan itu tidak ada yang dicuri ataupun dijual untuk beroleh keuntungan oleh Gunata Prajaya Halim Maupun Wahab Halim, dan tidak adanya upaya dasar aparat kepolisian untuk memerintahkan agar juru ukur BPN melakukan pengukuran Ulang terhadap objek tanah dan
bidang tanah yang dipersengkatan ini tidak dapat dikatakan tumpang tindih (Overlapping). Karena diseluruh belahan bumi ini, tidak ada dan belum pernah ditemukan, ada tanah yang tumpang tindih, selain akibat Longsor dan terjadi pengurugan yang dilakukan orang terhadap tanah lainnya.
Penyebutan Istilah Overlapping hanya ada di dalam administrasi ketata-usahaan atau
Akta atau Surat Identitas sebidang tanah yang di Indonesia dikenal dengan
nama Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU), Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), dan Sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (SHPL).

Dalam kasus ini bilamana untuk membuktikan terjadinya Overlapping atau tumpang tindih Surat kepemilikan suatu tanah, para pihak yang bersengketa harus mengundang juru ukur oleh instansi terkait BPN sebagai Kantor Pertanahan setempat dengan disaksikan oleh kedua belah pihak bersengketa, Pemilik Asal suatu tanah (penjual), dan saksi-saksi masing masing pihak atau pihak yang dihadirkan dalam pengukuran ketika penerbitan sebuah sertifikat dimohonkan Kehadiran pihak Kepolisian diperlukan berada di lokasi saat pengukuran untuk pembuktian ada/tidaknya overlapping, dan untuk menghindari dan mengantisipasi terjadinya bentrok phisik, karena Kepolisian tidak memiliki wewenang membuat surat tanah.

Jika terjadi perselisihan setelah pihak pertanahan menyatakan terjadi overlapping atas surat tanah, dan tidak terjadi musyawarah untuk mufakat dari kedua belah pihak bersengketa, persoalan dan kasus ini harus diperkarakan di pengadilan Perdata untuk menguji dasar-dasar dokumen yang dipersengketakan, dan pihak yang merasa kehilangan atas surat yang ‘tumpang-tindih’ dapat menggugat pejabat Tata Usaha Negara di pengadilan TUN, bukan di pengadilan Militer maupun pengadilan Agama. Karena produk (surat yang tumpang-tindih itu) merupakan produk pejabat Tata Usaha Negara (TUN).
(8).Penahanan phisik dan penahanan Kota terhadap Gunata Prajaya Halim dan Wahab halim tidak ada dasarnya. Tidak ada dasar kekhawatiran menghilangkan barang bukti karena barang bukti sifatnya otentik dan harus diusut di kantor Pertanahan (ATR/BPN)

Dalam kasus yang menjerat Gunata Prajaya Halim dan Wahab Halim, pasal-pasal yang dijadikan acuan sama-sekali tidak pas dan tidak cocok. Jika pasal 266 ayat (1) KUHP dan juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP menjadi dasar Tuntutan, maka pihak JPU Kejaksaan Kota Bekasi dinilai telah melakukan tindak Kesewenangan atas Gunata Prajaya Halim dan Wahab Halim alias tidak berperi-kemanusiaan dan tidak beradab, dan tidak mencerminkan amanat Sila Ke-2 Pancasila sebagaimana disampaikan .sehingga mengundang pertanyaan
Yaitu, jika dokumen ayahnya SHM (sertifikat Hak Milik) Nomor 2607 An. Wahab Halim disebut bermasalah bagaimana bisa pihak Bank Mandiri menerima sebagai agunan kredit dengan pengikatan agunan senilai Rp.300,000,000.- (tiga ratus juta rupiah) sejak tgl. 31 bulan Agustus tahun 2007 sampai sekarang yang diajukan oleh Wahab Halim, yang kemudian kredit agunan tersebut di bank berubah nama menjadi Gunata Prajaya Halim pada tahun 2016 dikarenakan Wahab Halim (ayah Gunata Prajaya Halim) sudah terlalu tua.
Dan tambahan agunan
Sebagai info SHM No.2607 An. Wahab Halim tersebut sudah pernah diagunkan ke Bank BNI sebesar Rp. 68,000,000.- di tahun 1999 kemudian diagunkan kembali ke Bank Buana Indonesia tahun 2004 baru kemudian pindah ke Bank Mandiri sejak tahun 2007 sampai sekarang yang artinya SHM tersebut sudah di-AGUN-kan terus menerus sejak 1999 sampai sekarang.
Yang artinya SHM tersebut dinyatakan tidak bermasalah dan lolos dalam proses administrasi .

Kami jurnalis yang tergabung di dalam Aliansi Wartawan Non-Mainstream Indonesia (Alwanmi) berkewajiban turut memberi pencerdasan dalam mewujudkan keadilan kepada seluruh masyarakat dunia secara universal, seluruh masyarakat Indonesia secara keseluruhan melalui kasus ini yang mana kami dengan azas Praduga ,menduga adanya kejanggalan terhadap proses, kronologis, histori dan penerapan Hukum yang dialami oleh Gunata Prajaya Halim dan ayahnya Wahab Halim tidak menjadi preseden buruk dimasa mendatang sekaligus pembuktian bahwa penegakan hukum adalah prioritas apalagi kini kasus ini telah menjadi perhatian masyarakat nasional bahkan internasional
seperti yang tercantum
dalam penjelasan pasal 32 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus diterima sebagai data yang benar.
Lebih lanjut, pasal 32 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997 menyatakan, dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai
hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut.

Selanjutnya dari kutipan diatas, kita semua berharap hal ini tidak terjadi dalam kasus Gunata Prajaya Halim & Ayahnya, Wahab Halim karena jangan kemudian ada anggapan publik jika kasus ini seolah ‘dipaksakan’, bukankah kepemilikan SHM atas ke-2 nama tersebut tercatat sejak thn.1998, sedangkan gugatan awal terlapor dilakukan tahun 2007 dan gugatan akhir thn.2020. Atau 9 tahun dan 22 tahun, bukankah ini sudah Kadaluarsa?

Untuk itu Atas semua hal diatas maka kami memohon dan menyampaikan kehendak kiranya Bapak Presiden Joko Widodo, Kepala Staf Presiden RI, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jaksa Agung RI, Menteri ATR/BPN RI, termasuk Kajati Jawa Barat, Kejari Kota Bekasi, Ketua Pengadilan Negeri Kota Bekasi dan semua pihak yang terkait agar Gunata Prajaya Halim dan ayahnya (Wahab Halim) ‘dibebaskan dari segala tuntutan dan dakwaan atau upaya bebas murni, tutup Arief dan turut juga IR Crisman Simanjuntak selaku sekjen Alwanmi.

Red Irwan



Posting Terkait

Jangan Lewatkan