Jakarta – 21 Agustus 2024. MK menolak gugatan dalam perkara nomor 73/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh John Gunung Hutapea, Deny Panjaitan, Saibun Kasmadi Sirait, dan Elvis Sitorus. Firman Hasurungan Simanjuntak, S.H. tidak setuju dengan putusan MK tersebut.
Firman Hasurungan Simanjuntak, S.H. menjelaskan bahwa kita sudah bisa lihat dengan jelas bahwa hukum di negeri ini tidak imparsial. Tebang pilih dan itu sudah sampai ke rumah penjaga konstitusi negeri ini. MK tidak menerima Permohonan 73/PUU-XXII/2024 yang kami ajukan dengan alasan Pemohon/Klien kami tidak memiliki legal standing, karena menurut Mahkamah yang dapat mengajukan JR untuk Pasal 7 ayat 2 huruf O itu adalah mantan kepala daerah yang sudah pernah menjabat sebelumnya, MK sepertinya mengabaikan argumentasi kami didalam permohonan tersebut, bahwa yang kami persoalkan adalah hak asasi Klien kami sebagai pemohon untuk bebas memilih calon wakilnya, dari unsur apapun dia, termasuk bila dia adalah mantan seorang kepala daerah yang tersandera oleh ketentuan yang ada pada norma pasal 7 ayat 2 huruf o tersebut.
Firman Hasurungan Simanjuntak, S.H. menegaskan jika bicara legal standing, bagaimana Pemohon putusan 90 yg usianya baru 23 tahun memohonkan putusan pada Mahkamah 1. Agar usia minimal capres/cawapres 40 th, dan atau pernah menjadi kepala daerah. Pertanyaannya apakah pemohon 90 sudah berusia 40 th, atau sudah pernah jadi kepala daerah saat mengajukan Judicial Review tersebut? , jelas permohoan 90 itu bukan diajukan untuk diri Pemohon, tetapi untuk Gibran. Bagaimana bisa Mahkamah yg terhormat memutus perkara yg di mohonkan bukan untuk dirinya?, lalu bandingkan dengan legal standing pemohon 73/PUU-XXII/2024, pemohonan 73/PUU-XXII/2024 mendalilkan hak asasinya untuk bebas memilih calon wakil, siapapun calon wakilnya atau dia memilih calon wakil dari seorang mantan kepala daerah, apa salahnya dia ingin memilih calon wakilnya dari mantan kepala daerah?
“Inilah yg jadi persoalan sesungguhnya, hak asasi orang untuk memilih calon wakilnya yg dibatasi oleh norma pasal 7 ayat 2 huruf O tersebut yang mana menurut saya norma tersebut tidak ada urgensinya, kenapa Mahkamah berkeras hati sekali mempertahankan norma ini? , Apa takut terancam jika norma ini dihapus pak Ahok jadi di pasangkan dengan Pak Anis? , sehingga pasangan ini tidak akan ada yang bisa melawan pada kontestasi Pilkada Jakarta?” Ungkapnya Firman Hasurungan Simanjuntak, S.H.
“Tapi pada prinsipnya kami tetap menghormati putusan Mahkamah”, tutupnya Firman.
Red Irwan