Badan Registrasi Wilayah Adat Gelar BRWA Exhibition 2025 Terkait Integrasi Peta Wilayah Adat Dalam Kebijakan Satu Peta dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat

Badan Registrasi Wilayah Adat Gelar BRWA Exhibition 2025 Terkait Integrasi Peta Wilayah Adat Dalam Kebijakan Satu Peta dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat

Jakarta – 15 Maret 2025. Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) melaksanakan acara BRWA Exhibition 2025: Mengabadikan Jejak, Menggerakkan Aksi. Acara tersebut berlangsung di Auditorium RRI Jakarta. Acara ini dihadiri oleh berbagai kalangan dari kementerian dan lembaga, wartawan dan mahasiswa. Kegiatan ini menjadi momen penting dalam memperjuangkan pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat di Indonesia.

Ketua Panitia, Arya Dwi Cahya dalam sambutannya menyampaikan bahwa acara tersebut bertujuan untuk menggerakkan masyarakat agar lebih memahami dan mendalami isu terkait masyarakat adat. Kami berharap publik bisa lebih mengenal dan menghargai eksistensi masyarakat adat serta memperkuat kesadaran tentang pentingnya pengakuan dan perlindungan wilayah adat.

Arya juga menegaskan bahwa acara ini tidak hanya sebatas perayaan, tetapi juga sebagai panggilan untuk pemerintah agar menggunakan data yang telah mereka kumpulkan untuk pembentukan kebijakan yang lebih pro terhadap masyarakat adat. Kami melaksanakan kegiatan ini sebagai bagian dari kebangkitan masyarakat adat, dengan harapan bahwa data yang kami rilis bisa digunakan untuk mendorong kebijakan yang lebih baik bagi mereka.

Ketua Dewan Pembina BRWA, Rukka Sombolinggi dalam pidatonya menjelaskan bahwa perjalanan panjang BRWA dalam memetakan wilayah adat di Indonesia. Menurutnya, pemetaan wilayah adat ini merupakan langkah pertama yang sangat penting, mengingat sebelumnya masyarakat adat tidak diakui eksistensinya di peta negara. Pada tahun 2012, kami menyerahkan peta wilayah adat kepada pemerintah, yang akhirnya menjadi tonggak sejarah. Untuk pertama kalinya, peta wilayah adat diakui dan dimasukkan dalam One Map Indonesia.

Meskipun pemetaan wilayah adat telah dilakukan dengan serius oleh BRWA, Rukka menegaskan bahwa tantangan utama saat ini adalah pengakuan resmi dari pemerintah. Kami telah melakukan pemetaan, tetapi masalah utamanya adalah pengakuan terhadap wilayah adat itu sendiri. Tanpa pengakuan ini, masyarakat adat tetap berada dalam posisi yang rentan terhadap perampasan wilayah mereka.

Rukka juga menyampaikan keprihatinannya terhadap semakin meningkatnya konflik terkait wilayah adat. Menurutnya, banyak proyek pembangunan yang dilakukan tanpa sepengetahuan masyarakat adat, seperti pembangunan tambang, perkebunan sawit, hingga proyek-proyek infrastruktur lainnya yang memasuki wilayah adat tanpa izin. Ini adalah bentuk pembangunan yang masuk ke wilayah adat seperti pencurian di tengah malam. Kami tidak diberi tahu, dan ketika kami melawan, kami harus menghadapi kriminalisasi.

Pentingnya peta wilayah adat dalam proses perencanaan pembangunan tidak bisa dipandang sebelah mata. Peta wilayah adat akan menjadi alat penting bagi pemerintah untuk memetakan wilayah yang terpengaruh oleh proyek pembangunan, seperti tambang, perkebunan, atau infrastruktur lainnya. Jika peta wilayah adat dimasukkan dalam perencanaan pembangunan, maka bisa dihindari tumpang tindih dan konflik yang merugikan masyarakat adat.


Acara ini juga diwarnai dengan pemutaran film Harmoni di Lembah Grime yang dipersembahkan oleh sutradara Dara Bunga Rembulan. Film ini menggambarkan kehidupan masyarakat adat di salah satu wilayah di Indonesia yang berusaha menjaga kelestarian alam dan tradisi mereka meskipun dihadapkan dengan berbagai tantangan pembangunan. Acara ini ditutup dengan pengumuman pemenang lomba foto yang bertema masyarakat adat dan penyerahan hadiah kepada para pemenang. Lomba ini diadakan sebagai bagian dari upaya untuk mengangkat isu penting terkait masyarakat adat melalui media visual.

Melalui BRWA Exhibition 2025, BRWA berharap bisa semakin memperkuat pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat di Indonesia. Rangkaian kegiatan ini menunjukkan komitmen kuat dari berbagai pihak untuk mendukung keberlanjutan kehidupan masyarakat adat, termasuk dengan mengintegrasikan peta wilayah adat dalam perencanaan pembangunan negara. Ke depan, diharapkan agar pemerintah lebih serius dalam memperhatikan kebutuhan masyarakat adat, baik dalam pengakuan hak atas tanah maupun dalam pemberian akses terhadap berbagai layanan publik, seperti pendidikan dan administrasi kependudukan. Jika hal ini tercapai, masyarakat adat akan semakin mendapat tempat yang layak dalam pembangunan Indonesia yang berkelanjutan.

Red Irwan



Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Komentar