Adukan Permasalahan IPR, Penambang Rakyat Sukabumi Curhat Ke DPD RI

SUKABUMI,MPI- Dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI salah satu alat kelengkapan lembaga di DPD RI yang memiliki hak dan kewajiban untuk menampung aspirasi dan pengaduan masyarakat serta menindaklanjuti pengaduan tersebut.
Untuk diteruskan dan atau dikordinasikan dengan pihak instansi terkait sesuai masalah atau bidang pengaduan dari seluruh daerah di seluruh propinsi dan atau kota/Kabupaten di seluruh wilayah NKRI.

Dalam rapat RDP BAP DPD RI kali ini, ada lima propinsi yang diterima dan ditindak lanjuti pengaduan masyarakat dengan permasalahan yang berbeda, Lima propinsi tersebut diantaranya, propinsi Bali, Lampung, Papua, Sumatera Selatan dan Jawa Barat.

Khusus dari Propinsi Jawa Barat, datang pengaduannya Dari DPP Generasi Penambang Emas dan Batuan Indonesia (Genpeti) yang mempersoalkan polemik pertambangan tanpa izin atau Ilegal Mining dan Kriminalisasi Para Penambang Rakyat yang terjadi di Kabupaten Sukabumi.

“Saya diundang hadir oleh DPP Genpeti dalam kapasitas saya selaku Ketua LBH Damar Keadilan Rakyat (DKR) sekaligus sebagai advokat yang pernah mengadvokasi 6 orang penambang rakyat yang telah diproses secara hukum dan telah dinyatakan bersalah melanggar pasal 158 UU No.3 tahun 2020 tentang Perubahan UU No.4 tahun 2009 tentang Minerba, dimana Para Penambang Rakyat tersebut telah dinyatakan bersalah melakukan pertambangan ilegal, baik oleh Putusan Pengadilan Negeri Cibadak, Putusan Banding Pengadilan Tinggi Bandung dan Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI, yakni tidak memiliki Izin Pertambangan Rakyat (IPR), sehingga mereka pun dijatuhi vonis pidana penjara, padahal senyatanya Para Penambang Rakyat tersebut telah memiliki IPR lebih dahulu sebelum melakukan aktivitas menambang.

Oleh karenanya proses hukum terhadap para penambang rakyat tersebut dapat dikategorikan sebagai sebuah bentuk kriminalisasi terhadap para penambang rakyat karena izin yang telah dimiliki oleh Para Penambang Rakyat khususnya IPR, diabaikan atau tidak dianggap sebagai sebuah bukti legalitas milik para Penambang Rakyat, padahal Izin izin tersebut , termasuk IPR adalah sebuah produk hukum yang telah diterbitkan secara sah oleh institusi atau pejabat pemerintah yang berwenang sesuai amanah konstitusi (UU Minerba, PP, Permen dan peraturan lainnya terkait pelayanan perizinan satu pintu melalui OSS), yakni dalam hal Menteri ESDM dan BKPM RI.

Dalam kesempatan RDP BAP DPD RI kali ini, saya memberikan paparan dan penjelasan terkait kontruksi hukum tentang Polemik Pertambangan Ilegal atau Ilegal Mining di Sukabumi, saya menjelaskan secara umum bahwa ada tiga cluster atau kelompok terkait pertambangan ilegal yang terjadi di Sukabumi, yakni pertama pertambangan yang telah ada penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), akan tetapi belum terbit IPR tersebut, Kedua pertambangan rakyat yang belum ada penetapan WPR dan IPR nya juga belum terbit, Ketiga sudah ada penetapan WPR dan telah terbit pula IPR nya, akan tetapi WPR dan IPR tersebut berada diatas lahan atau Tanah HGU, seperti yang terjadi di Blok Cihaur 5 Kec. Simpenan Kab. Sukabumi, para penambang rakyat, tetap saja dinyatakan bersalah dan diproses secara hukum serta dijatuhi vonis pidana penjara, karena mereka dilaporkan oleh Pemegang HGU, meskipun mereka telah memiliki IPR yang diterbitkan oleh Pemerintah, yakni dalam hal ini diterbitkan oleh Kementerian Investasi dan BKPM.RI setelah berkordinasi dengan Kementerian ESDM, Kementerian Agraria dan Tata Ruang serta Pemerintah Daerah. Saya melihat untuk cluster yang ketiga ini adalah sebuah bentuk kriminalisasi terhadap Para Penambang Rakyat, oleh karena itu, kami meminta BAP DPD RI untuk memanggil pihak pemerintah yang memproses dan menerbitkan IPR, yakni pihak ESDM dan BKPM RI, bila perlu menyurati instansi penegak hukum.

Reporter: Nana Supriatna
Kepala Biro: Sopandi
Editor: Hamdanil Asykar



Posting Terkait

Jangan Lewatkan