Menanggapi Isu LGBT, Fakultas Hukum UNWIRA Melaksanakan Diskusi dengan Tema “Eksistensi LGBT dalam Perspektif Hukum” Bagaimana Kelanjutannya?

Diskusi Fakultas Hukum UNWIRA, dalam hal menanggapi Isu LGBT yang kerap terjadi di Internasional maupun nasional.

 

 

Kupang, MediaPatriot – Fakultas Hukum (FH) Universitas Katolik Widya Mandira (UNWIRA) Kupang melaksanakan diskusi dengan tema “Eksistensi LGBT dalam Perspektif Hukum” yang terlaksana pada hari Jumat, (17/11/23), di Kampus Merdeka, Kel. Merdeka, Kec. Kota lama, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Diskusi tersebut menghadirkan Ebit, mahasiswa semester 7 sebagai pemantik dan Kaldi Uruk selaku moderator yang memandu berjalannya diskusi tersebut.

Diskusi ini melibatkan seluruh mahasiswa fakultas hukum sebagai partisipan, sekaligus narasumber untuk membahas tentang eksistensi Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) dalam pandangan hukum.

Menurut Egy Rangga selaku Ketua Forum diskusi Fakultas Hukum, diskusi ini diselenggarakan karena hebohnya isu yang sering terkait dengan LGBT di dunia internasional maupun nasional.

“Sehingga dengan adanya diskusi ini, kami ingin seluruh mahasiswa terkhususnya Fakultas Hukum dapat memahami dan juga berpikir kritis terhadap isu tentang LGBT,” tutur Egy.

Melanjutkan hal tersebut, Ebit menuturkan, kaum LGBT merupakan suatu kelompok tertentu yang saling menyukai sesama jenis kelamin, semua jenis kelamin bahkan hingga mengubah jenis kelaminnya secara biologis.

Ia juga melanjutkan bahwa meskipun begitu kaum LGBT sering mendapatkan reaksi sosial yang bermacam-macam, ada masyarakat yang menerima kehadiran mereka tetapi ada juga masyarakat yang menantang keras akan kehadiran mereka. Masyarakat beranggapan bahwa tingkah laku mereka melanggar norma-norma yang berlaku.

“Tetapi lewat forum diskusi ini, saya ingin mengajak teman-teman semua untuk membicarakan lebih lanjut terkait hak dan kedudukan mereka di Indonesia. Saya bertanya pada teman-teman, apakah LGBT perlu dikriminalisasi atau tidak? Karena ini banyak yang beranggapan bahwa LGBT bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945”, ujar Ebit sambil melemparkan pertanyaan kepada forum diskusi.

Menanggapi hal tersebut, Delano menyatakan, kaum LGBT itu perlu kita lindungi sesuai pasal 28E ayat (3) UUD 1945 bahwa negara berkewajiban menjaga serta melindungi hak setiap individu. Haknya yang dilindungi tetapi perlakuannya yang dilarang.

Ia juga menjelaskan bahwa, Perlakuan LGBT menyimpang dari UU atau menyimpang dari kebiasaan masyarakat, sehingga ada kekeliruan jika ada orang yang sepakat terhadap kehadiran LGBT.

“Sekarang coba teman-teman lihat di media sosial, ternyata sekarang bukan hanya pria berdampingan wanita tetapi pria dan pria, wanita dan wanita. Nah inilah yang perlu kita cegah! Hak mereka yang perlu dilindungi oleh negara, tetapi perbuatannya ini yang menyimpang dan perlu negara larang”, tegasnya.

Hal senada dilanjutkan oleh Elvira, bahwa harus ada peraturan khusus yang mengatur tentang tindakan kaum LGBT. Mereka memang memiliki hak dan kebebasan yang sama seperti masyarakat pada umumnya, tetapi perbuatan mereka yang perlu dibatasi.

“Jika ada yang menyatakan bahwa tindakan mereka adalah kejahatan, maka mereka keliru, karena menurut saya itu bukan kejahatan tapi itu merupakan suatu penyimpangan terhadap suatu norma tertentu”, jelas Elvira.

Sementara itu, Xander Laga menyatakan bahwa, untuk mengadakan UU khusus terhadap kaum LGBT maka harus ada legitimasi sosial terdahulu baru legitimasi normatif.

“Karena mengingat hak dan kebebasan mereka dijunjung tinggi oleh negara, maka untuk mengundang-undangkan tindakan mereka yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dimasyarakat, maka harus dilakukan dulu legitimasi sosial baru menuju legitimasi normatif agar jangan salah arah”, tuturnya.

Tetapi hal ini dibantah tegas oleh Paul Nuban, dengan tegas menyatakan bahwa ia sepakat terhadap kehadiran LGBT, hak, kedudukan dan kebebasan harus diakui oleh negara, setiap orang sama haknya dimata hukum tidak boleh membeda bedakan.

“Saya pikir kita tidak memiliki hak membatasi mereka untuk bertindak, suka sama suka apa boleh buat? Jika kita membuat satu undang-undang khusus tentang mereka, itu tidak jauh bedanya kita mendiskriminasikan mereka, bukan kah di Indonesia setiap orang berhak untuk berkumpul, bertindak, mendapatkan hidup dan kehidupannya? Lalu untuk apa kita larang mereka”, tegasnya.

Hal searah dilanjutkan oleh Safri, bahwa dalam pasal 1 UU No. 1/1974 menyatakan bahwa “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri, dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

“Didalam pasal tersebut, sudah jelas artinya bahwa tidak ada UU yang melarang mereka, UU hanya mewajibkan antara pria dan wanita untuk hidup bersama, bukan melarang antara sesama jenis, tidak ada ketentuan yang melarang sesama jenis”, lanjut Safri.

Sambil bertentangan pendapat, keadaan diskusi semakin memanas, forum pun tak hentinya bergantian menyampaikan pendapatnya masing-masing, hal ini yang membuat suasana diskusi semakin diwarnai oleh pendapat-pendapat yang luar biasa.

Akhirnya moderator Kaldi Uruk mengambil kesimpulan dari diskusi tersebut bahwa, Keberadaan LGBT merupakan suatu hal yang biasa tetapi juga dapat menimbulkan pandangan yang berbeda-beda dari masyarakat.

“Oleh karena itu, dengan ini saya menyimpulkan bahwa, LGBT merupakan kaum yang perlu dilindungi, kita memiliki hak, kedudukan dan kebebasan yang sama yang didasarkan pada Pancasila dan UUD 45, tetapi juga tindakan mereka perlu dibatasi agar jangan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti pemerkosaan sesama jenis dan lain sebagainya. Hak, kedudukan dan kebebasan mereka yang dijunjung tinggi tapi tindakannya yang menyimpang jangan”, tutup Kaldi.***

 

Penulis : Jefri Seran

 

 



Posting Terkait

Jangan Lewatkan