Ketum NCW: Siapa Dalang Dibalik Mundurnya Pengesahan BPI Danantara?!

 

Jakarta – Pembentukan superholding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bernama Badan Pengelolaan Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) oleh Presiden Prabowo Subianto ternyata tidak semulus yang prediksi beberapa kalangan pengamat, praktisi dan pemerhati BUMN.

Ketua Umum DPP National Corruption Watch (NCW) mensinyalir adanya hambatan yang luar biasa dari beberapa pihak yang merasa terganggu kepentingan pribadi dan kelompoknya (oligarki: red) atas kehadiran BPI Danantara.

“Banyak rumor dan isu yang berkembang yang juga sampai ke kantor kami di DPP NCW terkait upaya-upaya menghambat disahkannya BPI Danantara,” kata Hanifa lewat keterangan tertulisnya, di Jakarta, Senin, 3 Februari 2025.

Superholding yang bertugas untuk pengelolaan investasi di luar APBN yang diinisiasi oleh Presiden Prabowo Subianto ini diyakini bisa menjadi superholding yang lebih baik seperti Temasek milik Singapura atau Khazanah milik Malaysia.

BPI Danantara ini akan berada langsung di bawah Presiden Prabowo Subianto, dimana kehadirannya diharapkan dapat mengoptimalkan pengelolaan investasi negara. Presiden Prabowo Subianto ingin pengelolaan investasi negara lebih profesional, terintegrasi dan tidak berjalan sendiri-sendiri lagi.

Disampaikan juga kehadiran BPI Danantara sendiri dirancang untuk mengelola investasi besar yang ditujukan mendorong pertumbuhan ekonomi, mempercepat pembangunan infrastruktur, dan meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat global. Selain itu diharapkan kehadiran BPI Danantara kelak dapat menjadi solusi untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% seperti yang ditargetkan Presiden Prabowo Subianto, salah satu instrumen untuk mendukung visi tersebut adalah melalui pembentukan superholding ini.

Namun, tanpa ada kejelasan payung hukum, proses peluncuran dan operasional badan ini tidak dapat berjalan. Padahal jika sudah memiliki payung hukum, maka BPI Danantara memiliki potensi besar untuk menjadi pilar penting dalam pengelolaan investasi di Indonesia.

“Berdasarkan informasi yang kami kumpulkan, munculnya BPI Danantara di internal Kementerian BUMN seperti sesuatu yang tidak diinginkan, hal ini diduga adanya oknum petinggi di BUMN dan kelompoknya merasa terganggu bisnis mereka karena BPI Danantara langsung di bawah kendali Presiden Prabowo,” ujar Hanif.

Kendati demikian DPP NCW mencium gelagat ketidaknyamanan kelompok oligarki dengan munculnya BPI Danantara ini. Bahkan, kata dia diduga kuat keterlibatan beberapa pengusaha, praktisi hukum dan oknum pejabat BUMN dalam upaya menggagalkan munculnya badan baru ini.

“Kalau Presiden Prabowo mau bersikap lebih tegas, pecat dan ganti oknum petinggi BUMN dan kroni-kroninya yang menolak BPI Danantara itu. Patut diduga kuat yang menolak itu adalah calon koruptor di masa yang akan datang,” tegas Hanif.

Selain itu kata Hanif, kelompok oligarki ini memanfaatkan jaringan mereka di parlemen untuk menggagalkan peluncuran BPI Danantara sebagai superholding BUMN nanti. Sangat kuat dugaan permainan di balik layar oknum di lingkaran terdalam Presiden Prabowo Subianto melibatkan oknum anggota parlemen dan anggota koalisi pemerintahan Prabowo Subianto sendiri.

Jika kegagalan munculnya BPI Danantara ini terjadi, dengan sendirinya mencederai komitmen Presiden Prabowo Subianto untuk memperkuat ekonomi nasional. “Bagaimana tidak, pasalnya parlemen didominasi oleh koalisi yang berada di dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto saat ini. Desas-desus payung hukum untuk BPI Danantara seperti diperlambat ritmenya sehingga tidak selesai sesuai target waktu yang diinginkan Presiden Prabowo,” papar Hanif.

Hanif menegaskan, tindakan oknum pejabat, oknum politisi, oknum pengusaha dan kroni-kroni mereka harus segera diakhiri, Presiden Prabowo harus segera ‘duri dalam daging’ pada lingkar terdalamnya, baik yang ada di parlemen maupun dalam pemerintahannya. Kelompok ini harus segera dibubarkan dan dijauhi dari para pembegal konstitusi yang ingin menyandera program-program prioritas Presiden Prabowo Subianto.

“Presiden Prabowo Subianto jangan ragu untuk bertindak tegas jika memang terbukti ada ‘pengkhianat’ dalam lingkaran pemerintahan maupun dalam koalisi partai pendukungnya, bahkan jika ada orang dalam partainya yang terlibat, harus diberikan sanksi tegas untuk membuat efek jera kepada yang mau coba-coba mengganggu program utama pemerintah,” ujar Hanif.

DPP NCW melihat urgensi perlunya dilakukan reshuffle kabinet dalam waktu dekat, karena sebagian besar program utama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto seperti tidak serius dijalankan oleh beberapa pembantu Presiden.

“Tidak perlu khawatir Pak Presiden, masyarakat Indonesia saat ini sudah pintar-pintar dan melek informasi karena mudahnya diakses dari beberapa platform media sosial. Jika memang ada yang tidak mendukung program pemerintah yang bertujuan meningkatkan ekonomi bangsa, sebaiknya segera diganti atau dengan sukarela mengundurkan diri,” kata Hanif.

“Kalau memang terbukti tidak mendukung Pemerintahan Prabowo, ada mekanisme reshuffle kabinet atau rotasi di kabinet Merah Putih itu kan. Sekali berkhianat akan terus berkhianat ke depannya, dan biasanya yang berkhianat itu cenderung untuk melakukan korupsi melalui kekuasaan yang mereka miliki,” ujar Hanif Ketum DPP NCW.

Red Irwan



Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Komentar