Ulasan/Tinjauan Indonesia: inflasi Desember

MediaPATRIOT – Inflasi melaju pada Desember

  • Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia pada Desember 2021 meningkat menjadi 1,87% secara tahunan (year on year, yoy) vs 1,75% (yoy) pada bulan sebelumnya. Secara bulanan, dengan data belum disesuaikan (non-seasonally adjusted, nsa), kenaikan harga mengalami percepatan menjadi 0,57% dari 0,37% pada November.

  • Inflasi inti pada Desember 2021 meningkat 1,56% yoy vs 1,44% pada November.

  • Sub-komponen menunjukkan kenaikan menyeluruh, termasuk makanan, yang naik 3,1% yoy vs 2,98% pada bulan sebelumnya; transportasi naik 1,6% vs 1,4% pada November, dan utilitas naik 0,76% vs 0,69%. Kenaikan ini kemungkinan mencerminkan tekanan dari harga komoditas lebih tinggi dan peningkatan mobilitas/permintaan berkat penurunan jumlah kasus Covid-19.

  • Inflasi meningkat rata-rata sebesar 1,6% yoy pada 2021, sedikit lebih tinggi dari perkiraan kami, yang sebesar 1,5%, tetapi di bawah kisaran target BI. Ini adalah fungsi dari peningkatan harga untuk mengimbangi sebagian dari dampak harga komoditas tinggi, tekanan harga makanan dan jasa yang terkendali, di samping tekanan akibat permintaan.

  • Kenaikan tahun 2022 akan dipengaruhi oleh a) reformasi subsidi (jika ada), yaitu penyesuaian tarif bahan bakar dan utilitas, b) penerapan perubahan pajak, termasuk kenaikan tarif PPN, yang kemungkinan akan memengaruhi setidaknya setengah dari inflasi dan kemungkinan menyebabkan kenaikan cukai tertentu, c) produsen akan meningkatkan harga untuk mengimbangi kenaikan biaya, sebagaimana tercermin dalam inflasi harga grosir, memperkecil selisih antara hasil produksi nyata dan hasil produksi potensial karena aktivitas mulai normal kembali, dan lain-lain Kami memperkirakan inflasi 2022 rata-rata sebesar 3% namun masih dalam target BI, yang sebesar 2%-4%.

Arah kebijakan

Kebijakan moneter – harga telah mencapai titik rendah

  • Pemerintah serta pengambil kebijakan kemungkinan akan memantau perkembangan dan mempertahankan aset domestik dari dampak negatif perubahan kebijakan global. Dalam Rapat Tahunan 2021, Bank Indonesia mengisyaratkan bahwa kebijakan akan mengarah pada ‘‘pro-kestabilan’ pada 2022, mencakup stabilitas harga, stabilitas rupiah serta pasar keuangan, terutama sebagai tanggapan terhadap peningkatan risiko gejolak lebih besar di pasar global. Setiap pergeseran menuju normalisasi kebijakan kemungkinan besar akan condong ke langkah-langkah manajemen likuiditas pada 2022 sebelum kenaikan tingkat suku bunga menyeluruh. Hal ini mungkin ditandai dengan pergeseran bauran jangka waktu pinjaman untuk operasi likuiditas dari jangka pendek ke jangka panjang, juga tergantung pada laju peningkatan pertumbuhan kredit, dengan yang terakhir terbukti menjadi pilihan yang lebih tahan lama untuk mengatasi masalah kelebihan likuiditas. Ini kemungkinan akan diikuti oleh kenaikan rasio cadangan minimum.

  • BI telah meletakkan dasar untuk perpanjangan pengaturan ‘pembagian beban’ untuk program pembiayaan pemerintah pada 2022, dan dengan demikian kemungkinan pembelian obligasi dapat diabaikan. Mengingat kondisi saat ini, program pinjaman 2022 juga cenderung lebih kecil dari yang dianggarkan, dengan asumsi percepatan positif kinerja fiskal berlanjut ke tahun 2022.

  • Unsur basis dan prospek penyesuaian harga bahan bakar/utilitas lokal diharapkan dapat mengangkat inflasi ke target BI. Penurunan pertumbuhan kredit juga telah berhenti dan kembali ke zona positif pada paruh kedua 2021, dibantu oleh penurunan suku bunga pinjaman serta perputaran kegiatan ekonomi. Kenaikan bertahap dalam suku bunga kebijakan (7-day repo rate) akan terjadi pada tahun 2022. Perkiraan kami lebih condong ke jalur konservatif, yaitu kenaikan sebesar 25bp pada akhir 2022, kemudian sebesar 75bps pada 2023, untuk mempertahankan nilai tukar dan memastikan stabilitas keuangan. Namun, apabila Bank Sentral AS lebih agresif, maka BI mungkin akan meningkatkan suku bunga acuannya 25bp lebih besar dari skenario dasar kami pada paruh kedua 2022.

Ikhtisar perkembangan saat ini

  • Pandemi: kasus varian Omicron rendah namun perlahan-lahan meningkat, membuat pemerintah melanjutkan rencana vaksinasi – 21 juta penduduk akan divaksinasi pada triwulan pertama 2022. Suntikan booster akan mulai pada 12 Januari. Periode karantina, yang diperpanjang untuk membatasi kasus dari luar, sekarang sudah dipangkas menjadi 7 hari. Negara-negara dalam daftar larangan sedang ditinjau kembali.

  • Fiskal/pinjaman: program pembiayaan bruto pada 2022 dikurangi menjadi Rp1.417,4 triliun vs anggaran sebelumnya, yang sebesar Rp1.655 triliun, menandai penurunan sebesar 14%. Ada harapan skala ini mungkin akan diturunkan lebih jauh lagi karena uang tidak terpakai dan pemasukan lebih tinggi. Penerbitan obligasi bruto dipatok sebesar Rp1.300 triliun dan pinjaman kotor sebesar Rp117,4 triliun pada 2022. Porsi obligasi dalam negeri akan sebesar 78-83% dari total emisi, sedangkan obligasi luar negeri sebesar 11-14% dan ritel sebesar 6-8%. Utang senilai Rp443,8 triliun akan jatuh tempo pada 2022.

  • Bertolak belakang dengan hal ini, penerbitan obligasi dan sukuk pada triwulan pertama 2022 akan mencapai Rp241 triliun, lebih rendah dari Rp281 triliun secara tahunan. Lelang pertama diperkirakan akan bernilai Rp25 triliun. Penerbitan obligasi bersih untuk 2022 ditargetkan sebesar Rp9991,3 triliun. Penurunan pinjaman pada tahun ini memperkuat ekspektasi kami bahwa target akan meleset dari angka -4,85% dari PDB yang diusulkan dengan margin cukup besar, yaitu 70-85bps.

  • Di bawah pengaturan pembagian beban, BI akan membeli obligasi pemerintah senilai Rp224 triliun pada 2022 dibandingkan dengan Rp215 triliun yang direncanakan pada 2021.

  • Indonesia akan menghentikan ekspor batubara sesaat pada Januari 2022 untuk mengamankan pasokan bagi pemain dalam negeri, khususnya 20 pembangkit listrik di Jawa, Madura, dan Bali, antara lain. Produksi batubara domestik pada 2022 dipatok sebesar 644 juta ton, dengan konsumsi lokal diperkirakan mencapai 190 juta ton. Pada saat sama, harga jual tertinggi untuk batubara yang dijual ke pembangkit listrik lokal dibatasi sebesar US$70 per ton, sementara produsen diminta untuk memasok setidaknya 25% dari produksi mereka ke pemain domestik.

  • Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/ RCEP) mulai berlaku pada 1 Januari, mencakup 15 negara dan sepertiga dari PDB dunia. Kemitraan ini akan berlaku di Tiongkok, Jepang, Australia, Selandia Baru, Brunei, Kamboja, Laos, Singapura, Thailand dan Vietnam, yang telah meratifikasi kesepakatan ini. Korea Selatan akan melaksanakan kesepakatan tersebut pada 1 Februari. Empat penandatangan lain adalah Indonesia, Malaysia, Myanmar, dan Filipina.

 

Perkiraan kunci



Posting Terkait

Jangan Lewatkan