MediaPATRIOT – Aparatur pelaksana hajat pemilihan umum baru saja terpilih, sebanyak 7 anggota kpu dan 5 orang anggota bawaslu telah ditetapkan di komisi II DPR RI, ditengah ramainya ucapan selamat kepada yang tepilih tersimpan beberapa catatan yang mencoreng institusi penyelenggara pemilu tersebut.
contohnya sesaat sebelum pemilihan berlangsung, beredar pesan singkat yang tersebar di media sosial yang pada intinya menerangkan nama nama yang akan terpilih pada pemilihan anggota kpu dan bawaslu tersebut lengkap dengan background oraganisasi kemahasiswaannya serta partai politik pengusung calon anggota kpu dan bawaslu tersebut.
Menjadi ironi dan pertanyaan publik mengapa nama nama anggota KPU dan BAWASLU yang beredar dimedia sosial tersebut ternyata hasilnya sama dengan penetapan di DPR RI. Entah apakah ini sebuah kebetulan atau memang telah menjadi “rekayasa” politik dalam pengkondisian anggota KPU dan BAWASLU RI.
Namun kami mengutip pernyataan Franklin D.Roosevelt bahwa “Dalam Politik tidak ada yang terjadi secara kebetulan, jika itu terjadi anda bisa bertaruh hal tersebut direncanakan seperti itu”.
Melihat fenomena tersebut, jika memang pesan tersebut benar adanya bahwa telah terjadi “Rekayasa” Politik dalam proses pemilihan Anggota KPU dan BAWASLU RI berarti telah terjadi kejahatan demokrasi yang luar biasa.
Penyelenggara pemilu yang seharusnya menjadi Lembaga yang independen dan terbebas dari intervensi pihak manapun, justru beranggotakan oleh orang yang di duga di usung oleh partai politik yang notabennya adalah peserta pemilu.
Penyelenggara pemilu seharusnya tunduk pada UU No 15 tahun 2011 tentang penyelenggara pemilu, yang pada pasal 2 UU tersebut ditegaskan bahwa penyelenggara pemilu harus berpedoman pada asas : mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas. Asas paling fundamental adalah asas mandiri, dimana kita bisa menafsirkan asas tersebut sebagai independensi penyelenggara pemilu. Yang berarti penyelenggara pemilu harus bebas dari intervensi dari pihak manapun.
Para anggota kpu dan bawaslu tersebut dipilih melalui sebuah proses yang Panjang, tapi yang menjadi perhatian kami adalah ketidak terbukaan proses tersebut, nama-nama calon tiba tiba muncul sebagai calon yang ditetapkan oleh timsel bentukan presiden, dimana pada pasal 13 UU No 15 tahun 2011 dijelaskan bahwa Tim seleksi melaksanakan tugasnya secara terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Timsel terkesan tergesa-gesa dalam memverifikasi bakal calon dan cenderung tidak terbuka dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat. kita menilai timsel dalam menjalankan tugasnya tidak mengindahkan ketentuan pasal 13 tersebut.
Atas peristiwa tersebut. Kami dari Progressive Democracy Watch ( Prodewa) dengan ini menyatakan sikap :
*Tidak Sependapat Dengan Penetapan Hasil Pemilihan anggota KPU-BAWASLU RI Yang Dilakukan Oleh Komisi II DPRI RI*
Sikap ini diambil berdasarkan dengan beberapa catatan sebagai berikut :
Pertama, Kami menilai bahwa nama-nama yang terpilih tersebut jauh dari kata independent karna diduga terafiliasi dengan beberapa partai politik peserta pemilu
Kedua, Sebagai Lembaga konsen terhadap isu demokrasi dan pemilu, kami khawatir jika dikemudian hari dalam menjalankan tugasnya para anggota terpilih ini hanya sebagai kaki tangan partai politik yang diduga mengusungnya.
Ketiga, Proses pemilihan yang tidak transparan dan cenderung tertutup, serta indikator-indikator yang menjadi landasan pemilihan yang tidak terbuka dan sulit diakses oleh masyarakat secara luas membuat kurangnya legitimasi atas hasil pemilihan tersebut
Selain itu, kami juga memberikan rekomendasi atas peristiwa ini;
Pertama, Meminta Presiden dan DPR RI Melakukan pembenahan pada sistem pemilihan anggota KPU dan BAWASLU dengan berlandasakan prinsip keterbukaan, independensi, serta melibatkan partisipasi publik secara luas, yang memungkinkan untuk dilakukan verifikasi secara komprehensi kepada bakal calon anggota kpu bawaslu termasuk keterlibatan bakal calon dengan partai politik peserta pemilu yang tercantum secara tegas dalam perundang-undangan, sebagai perwujudan dari *Asas Ius constituendum* atau hukum yang dicita-citakan sebagai jawaban dari peristiwa yang telah kami paparkan diatas.
Kedua, Membuat tim adhoc dalam menetapkan nama-nama Anggota KPU dan BAWASLU RI dengan melibatkan berbagai kompenen masyarakat secara independen, meliputi perwakilan Unsur Pemerintah, Akademisi, Pakar, Aktivis, dan Unsur masyarakat lainnya yang relevan
Demikian sikap dari kami semoga bisa menjadi perhatian dan perubahan untuk proses demokrasi yang lebih baik.
Ttd
Direktur Eksekutif Nasional Progressive Democracy Watch
Muhamamd Fauzan Irvan