Kuasa Hukum AG : Putusan Hakim Cacat Yuridis

Haltim, mediapatriot.co.id – Kuasa Hukum AG, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara, mengkritisi pernyataan Kepala Kejaksaan Negeri Haltim yang mengklaim sidang praperadilan AG dimenangkan kejari.

Tim Hukum AG yang terdiri dari Hendra Kasim, M Afdal Hi Anwar, Julham Djaguna, dan Ahmad Rumasukun ini akan melaporkan Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Soasio, Tidore Kepulauan, atas keputusannya dalam praperadilan ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI.

Melalui rilis resminya Hendra Kasim menyampaikan bahwa timnya menghormati putusan Praperadilan yang dibacakan oleh Hakim Tunggal pada Pengadilan Negeri Soasio.

“Karena kami menyadari asas hukum res judicata pro veritate habetur.
Meskipun demikian, perlu kami sampaikan beberapa tanggapan pada kesempatan ini terhadap putusan tersebut,” ucap Hendra melalui rilis resminya. Rabu (23/02/22).

Lanjut Hendra mengatakan mengenai Pembancaan Putusan Permohonan Praperadilan atas nama AG di Pengadilan Negeri Soasio, tanggal 22 Februari 2022 tidak ada/termuat dalam amar putusan frasa “dimenangkan oleh Kejari Haltim”, yang termuat dalam Amar putusan hanyalah “Dalam Eksepsi : Menolak Eksepsi Termohon untuk seluruhnya karena tidak cukup beralasan menurut hukum dan Dalam Pokok Perkara : Menolak Permohonan Praperadilan pemohon untuk seluruhnya.

“Sehingga menjadi lucu (tidak etis) apabila frasa “dimenangkan oleh Kejari Hatim” lalu diucapkan lewat Media oleh penegak hukum (Kejari Haltim), sikap Kejari Haltim yang menafsirkan amar putusan a quo dengan bahasa “dimenangkan oleh Kejari Haltim,” bantah Hendra.

Bagi dia frasa ini selebihnya merupakan frasa dipasar-pasar bukan frasa hukum, untuk itu saran kami jangalah bertutur demikian karena Kejari itu Aparat Penegak Hukum.

“kami sejak awal persidangan hingga putusan a quo sangat menghargai perbedaan pendapat bahkan besepakat untuk berbeda dengan pendapat Ahli Termohon dalam hal memaknai beberapa putusan MK a quo, yang diperdepatkan penerapannya dalam permohonan praperadilan a quo,” terangnya.

“Mengenai pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam perkara a quo, menurut Kami sangat keliru atau cacat yuridis, karena Putusan MK Nomor: 21/PUU–XII/2014, tanggal 28 April 2015 jo Putusan MK Nomor: 21/PUU–XII/2014, tanggal 28 April 2015, jo Putusan MK Nomor 130/PUU/XIII/2015 jo SE MA RI No 4 Tahun 2016, jo UU No. 15 Tahun 2006 dan segala ketentuan perundang-undangan terkait “kerugian keuangan negara” yang sifatnya harus nyata/pasti/rill mendahului tindakan penyedikin malah ditafsir lain oleh yang Majelis Hakim dalam perkara a quo, padahal semangat atas Putusan MK Nomor 25/PUU-XIV/2016 telah tegas menyatakan tentang Status Delik yang ada pada Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UUTPK adalah Delik Materiil,” sambung Hendra.

Hendra juga mengatakan itu artinya bahwa minimum 2 (dua) alat bukti pada Pasal 1 butir 14 KUHAP (bukti permulaan) harus cukup mampu menunjukan secara nyata dan pasti adanya kerugian keuangan negara, namun yang terjadi dalam perkara a quo, justru sebaliknya.

“Susunan 5 alat bukti yang ada pada Pasal 184 KUHAP hanya bukti Surat (Hasil Audit BPK) dan Keternagan Ali dibidang Keuangan yang dapat menunjukan tentang Kerugian Keuangan Negara yang pasti dan nyata (actual loos), namun dalam perkara a qo, tidak demikian, padahal sudah cukup banyak produk hukum pengadilan negeri yang memutus permohonan praperadilan dengan menempatkan Hasil Audit BPK dan Keterangan Ahli dibidang keuangan sebagai bukti permulan,” lanjut Hendra menerangkan.

Ia juga menanyakan mengapa Majelis Hakim Pengadilan Negeri Soasio, justru berpendapat lain dalam menilai penerapan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UUTPK ?

“Atas produk hukum praperadilan tersebut, yang menurut Putusan MK dan Ketentuan peraturan perundang-undangan terkait sangat kacau atau tidak cukup beralasan, maka dengan segala hormat dan Demi tegaknya kepastian hukum Acara Pidana dan Hak Asasi Manusia,” tegas Hendra.

Bagi tim hukum ini sesunguhnya putusan a quo akan di Laporakan ke KY RI dan Bawas MA RI serta akan melakukan eksaminasi terhadap putusan.

Disamping itu, keanehan yang lain adalah dalam perkara a quo Majelis Hakim mengakui hingga saat ini tidak ada kerugian Keuangan negara dalam kasus ini.

“Namun Majelis Hakim tidak bisa menilai pada praperadilan ini selain pada pokok perkara. Lantas bagaimana jika dalam perkara a quo ternyata tidak ada kerugian keuangan negara? Sikap Majelis Hakim yang dengan tetap menyatakan Sah Penetapan Tersangka atas nama AG, merupakan sikap yang tidak konsisten bahkan membuat ketidakpastian hukum atas penerapan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UUTPK,” tutup Hendra bertanya. (Red/tim)



Posting Terkait

Jangan Lewatkan